Ads

Kamis, 26 November 2015

Kisah Para Pendekar Pulau Es Jilid 106

Akibat kehebatan pemuda ini, Tek Ciang sendiri menjadi terheran-heran dan kagum bukan main. Tadipun dia sudah mengenal Kai-liong Kiam-sut. Sebagai murid keluarga Cu, tentu saja dia sudah mendengar tentang Sim Hong Bu yang dianggap murid bahkan mantu durhaka dari keluarga Cu itu.

Maka ketika dia mengeroyok pendekar itu, dia mengenal gerakan Koai-liong Kiam-sut yang mempunyai dasar-dasar gerakan mirip dengan ilmu pedang yang dipelajarinya dari keluarga Cu, dan melihat suami Cu Pek In itu, timbul keinginan hati Tek Ciang untuk membunuhnya. Guru-gurunya sudah bercerita tentang kehebatan ilmu pedang itu dan kini dia mendapatkan kenyataan betapa lihainya pendekar itu. Akan tetapi setelah dia dan kawan-kawannya hampir berhasil merobohkan Sim Hong Bu, tiba-tiba muncul pemuda yang amat lihai itu.

“Ayah....!”

Sim Houw merangkul ayahnya ketika berhasil membuat para pengeroyok ayahnya kocar-kacir.

“Houw-ji.... aku sudah terluka.... tinggalkan aku dan selamatkanlah dirimu.... engkau tidak boleh mati.... engkau harus melanjutkan perjuanganku kelak.... menyusun tenaga baru.”

Sim Hong Bu terengah-engah menahan nyeri dan dia tetap gagah, pedangnya melintang di depan dada.

“Tidak, ayah.... aku harus melindungimu....”

Pada saat itu, Louw Tek Ciang yang merasa penasaran karena ingin sekali merampas pedang pusaka, sudah menghimpun pembantu-pembantu yang lihai dan mengepung lalu menerjang ayah dan anak itu.

Sim Houw menyambut dan terjadilah perkelahian seru antara Sim Houw dan Tek Ciang. Sim Houw terkejut bukan main mendapat kenyataan betapa lawannya ini amat tangguh, bukan hanya mampu menahan serangan pedangnya, bahkan mampu pula membalasnya dengan amat hebat! Lebih terkejut lagi ketika kini dia dapat melihat semakin nyata bahwa dasar-dasar gerakan ilmu pedang dari orang ini mirip dengan Koai-liong Kiam-sut! Maka diapun memutar pedangnya dan begitu dia mainkan gabungan Koai-liong Kiam-sut dan Sin-siauw Kiam-sut, Tek Ciang mengeluarkan seruan kaget dan terdesak hebat! Suara melengking-lengking yang keluar dari pedang pemuda itu mengingatkannya akan suara tiupan suling keluarga Kam yang pernah membuatnya kalah.

Sementara itu, keadaan Sim Hong Bu semakin payah. Karena terlalu banyak mengeluarkan darah, orang tua yang gagah perkasa ini semakin berkurang tenaganya dan menghadapi pengeroyokan para perwira, biarpun dia masih berbahaya dan dapat merobohkan lawan yang terlalu dekat dengannya, namun dia menerima pula beberapa kali tusukan tombak dan tubuhnya semakin terhuyun-huyung.

Melihat keadaan ayahnya ini Sim Houw memutar pedangnya meninggalkan Tek Ciang dan melindungi ayahnya. Pedangnya membentuk gulungan sinar yang panjang dan luas, membuat para pengeroyok Sim Hong Bu kocar-kacir lagi. Akan tetapi, tiba-tiba Tek Ciang bersama kawan-kawannya datang menyerbu. Sim Houw merangkul ayahnya dan ayah ini berkata.

“Houw-ji, pergunakan pedang ini, pergunakan Pek-kong Po-kiam.”

Sim Houw bertukar pedang dengan ayahnya dan begitu dia memutar Pek-kong Po-kiam, akibatnya hebat empat orang perwira terjungkal dan Tek Ciang sendiri terpaksa melompat mundur sampai jauh. Kesempatan ini dipergunakan oleh Sim Houw untuk memondong ayahnya yang sudah lemah itu dengan lengan kiri, lalu meloncat pergi.

“Pemberontak, hendak lari ke mana kau?”

Tek Ciang yang menginginkan pedang pusaka itu melakukan pengejaran. Akan tetapi Sim Houw bersama ayahnya sudah menghilang di antara banyak perajurit yang masih bertempur dengan seru itu. Tek Ciang menjadi kecewa dan marah, lalu membantu para perajurit yang masih mengepung para pendekar.

Keluarga Bu-taihiap juga mengamuk dengan hebatnya. Pendekar yang sudah tua ini lihai bukan main, bertempur sambil tertawa-tawa gembira. Juga empat orang isterinya adalah wanita-wanita yang hebat. Tang Cun Ciu yang dahulu terkenal dengan julukan Cui-beng Sian-li (Dewi Pencabut Nyawa), bekas isteri tokoh keluarga Cu yang lihai, kini biarpun sudah berusia enam puluh tahun, masih ganas dan lihai. Juga Cu Cui Bi yang bekas nikouw itupun mengamuk di samping suaminya.

Puteri Nandini, puteri Nepal yang menjadi seorang di antara isteri-isteri Bu-taihiap juga mengamuk dengan hebat. Wanita ini pernah menjadi panglima Nepal dan memang sejak dahulu ia bermusuhan dengan pemerintah, maka kini ia memperoleh kesempatan melampiaskan dendamnya dan mengamuk, membunuh banyak sekali perajurit yang berani mendekatinya. Isteri ke empat adalah seorang bongkok bernama Gan Cui yang juga lihai sekali. Nenek inipun mengamuk dan keluarga Bu yang terdiri dari lima orang ini telah merobohkan puluhan orang perajurit pemerintah.






Selain keluarga Bu ini, juga para pendekar yang tadi tidak dapat dibujuk oleh keluarga para pendekar Pulau Es mengamuk. Termasuk di antara mereka ini adalah orang-orang Pek-lian-pai, Pat-kwa-pai dan Thian-li-pai yang sejak dahulu memang merupakan musuh-musuh lama pemerintah. Perang kecil itu terjadi di Hutan Cemara dan biarpun ratusan orang perajurit pemerintah roboh dan tewas, namun satu demi satu para pemberontak itu dapat dirobohkan karena kehabisan tenaga atau kehabisan darah dari luka-luka mereka.

Mulailah sebagian dari mereka mencari jalan untuk melarikan diri. Karena melihat bahwa perlawanan mereka akan sia-sia saja, di antara mereka itupun mulai menyelinap dan mencari kesempatan menyelamatkan diri dari pembantaian para perajurit.

Akan tetapi Bu-taihiap bersama empat orang isterinya tidak mau mundur selangkahpun! Bu-taihiap yang sudah tua itu agaknya tahu bahwa usianya tidak akan lama lagi dan dia memilih mati sebagai seorang pejuang yang gagah perkasa. Agaknya empat orang isterinya itu amat setia kepadanya dan juga berpendirian sama maka merekapun mengamuk di samping suami mereka itu, sedikitpun tidak ingin mundur.

Akan tetapi, seperti juga para pendekar yang lain, tenaga keluarga Bu-taihiap ini ada batasnya. Biarpun banyak sekali perajurit yang roboh tewas di tangan mereka, akan tetapi saking banyaknya jumlah lawan, merekapun mulai kehabisan tenaga dan mulai terkena senjata lawan sehingga luka-luka.

Akhirnya, seorang demi seorang dari empat isteri Bu-taihiap itupun roboh dan Bu Seng Kin sendiri akhirnyapun roboh. Dia dan isteri-isterinya telah mempertahankan diri sampai titik darah terakhir dan tewas sebagai pejuang-pejuang yang amat gagah perkasa.

Perihal mereka ini, dan perihal pertempuran di Gunung Hutan Cemara itu akan selalu dikenang oleh para patriot di sepanjang masa. Mereka yang akhirnya berhasil lolos dari Hutan Cemara itulah yang bercerita tentang kegagahan keluarga Bu-taihiap dan pertempuran di Hutan Cemara itu terkenal dengan nama Banjir Darah Di Hutan Cemara.

Di antara seratus lebih orang yang melawan pasukan pemerintah, hanya ada belasan orang saja yang berhasil lolos dan selebihnya tewas dengan tubuh hancur di bawah hujan senjata. Akan tetapi, korban para pejuang yang jumlahnya kurang dari seratus orang itu ditebus dengan nyawa hampir seribu orang perajurit Mancu!

Louw Tek Ciang merasa gemas sekali melihat betapa keluarga Pulau Es berhasil menyadarkan banyak pendekar yang kemudian hanya digiring ke kota raja oleh Jenderal Cao seperti yang diminta oleh Kao Cin Liong dan Puteri Milana. Tek Ciang tidak berani membantah, bahkan dia tidak berani memperlihatkan muka di depan keluarga Pulau Es, melainkan mendahului pasukan pulang ke kota raja.

Barulah ketika keluarga Pulau Es diperkenankan menghadap kaisar bersama para pendekar yang urung memberontak, Tek Ciang menyelinap di antara para panglima. Ketika Cin Liong dan Suma Hui melihat Louw Tek Ciang berada di antara para panglima menghadap kaisar, mereka terkejut bukan main. Juga Suma Kian Lee mengerutkan alisnya dan para keluarga Pendekar Pulau Es inipun diam-diam tahu siapakah yang menjadi pengkhianatnya sehingga pertemuan antara pendekar itu sampai diketahui kaisar dan disergap. Tentu iblis itulah yang menjadi biang keladinya.

Akan tetapi keluarga Pulau Es tidak tahu apa yang telah terjadi dan bagaimana iblis itu memperoleh kepercayaan kaisar. Hanya seorang di antara para pendekar yang berada di situ, yaitu Kwee Cin Koan, yang mengerutkan alisnya. Ketika berada di Hutan Cemara, sebelum pasukan menyerbu, dia berkesempatan bertemu dengan wakil Kun-lun-pai dan dia mendengar bahwa kekasihnya, Can Kui Eng, terbunuh oleh susioknya sendiri. Ketika dia bertanya dengan hati hancur tentang surat titipannya yang ditujukan kepada seorang panglima di kota raja, para wakil Kun-lun-pai tidak tahu. Mereka hanya menceritakan bahwa juga sebuah kitab pelajaran lenyap dari kamar perpustakaan Kun-lun-pai.

Ketika keluarga Pulau Es muncul dan menyadarkan para pendekar, Kwee Cin Koan dan lima orang sutenya dari Kong-thong-pai juga ikut sadar dan menggabung dengan keluarga Pulau Es, apalagi karena semangatnya telah menjadi setengah lumpuh oleh berita tentang kematian kekasihnya.

Juga wakil-wakil Kun-lun-pai yang dapat melihat keadaan, ikut dalam rombongan keluarga Pulau Es. Ketika berada di dalam rombongan itu dan hanya menyaksikan terjadinya pertempuran, wakil-wakil Kun-lun-pai yang melihat Louw Tek Ciang di antara para perwira, memberi tahu kepada Kwee Cin Koan bahwa orang itu adalah seorang tamu Kun-lun-pai yang menyaksikan terbunuhnya Can Kui Eng.

Karena itulah, ketika mereka semua dibawa menghadap kaisar, Kwee Cin Koan mengerutkan alisnya dan memandang kepada Louw Tek Ciang dengan bermacam perasaan. Orang itulah yang tahu tentang kematian kekasihnya dan agaknya hanya orang itu yang akan dapat memberi keterangan dengan jelas. Para wakil Kun-lun-pai agaknya tidak mau banyak bicara tentang kematian Can Kui Eng dan dia sendiripun merasa sungkan untuk mendesak.

Kaisar Kian Liong merasa sedih mendengar pelaporan tentang penyerbuan di Hutan Cemara. Dia merasa penasaran sekali mendengar betapa tokoh-tokoh pendekar yang dikenalnya, bahkan tokoh-tokoh yang dikagumi dan yang pernah menolongnya ketika dia masih pangeran dahulu seperti Bu-taihiap dan isteri-isterinya, ikut pula menjadi pemberontak dan tewas oleh pasukannya.

“Penasaran! Penasaran!” Kaisar menepuk-nepuk pahanya dengan wajah murung. “Mengapa mereka itu memberontak? Mengapa para pendekar yang dahulu selalu melindungiku, kini malah memberontak dan memusuhi aku?”

“Maaf, sri baginda,” tiba-tiba Puteri Milana berkata sudah memberi hormat. “Sesungguhnya mereka itu sama sekali tidak memusuhi paduka secara pribadi.”

Kaisar memandang kepada nenek itu dengan alis berkerut.
“Bibi Milana, engkau yang termasuk pendekar, akan tetapi pernah pula menjadi panglima kerajaan, jelaskanlah apa yang menyebabkan mereka memberontak kalau mereka tidak membenci dan memusuhi aku?”

Wanita itu kembali memberi hormat.
“Hamba tahu benar bahwa para pendekar itu pada umumnya sayang kepada paduka, menjunjung tinggi keadilan dan memuji dengan kagum kebijaksanaan paduka di dalam pemerintahan. Akan tetapi, sejak dahulu, para pendekar itu merasa tidak senang melihat betapa tanah air mereka terjajah. Itulah sebabnya mengapa mereka memberontak.”

Kaisar Kian Liong menjadi lemas dan menundukkan muka sampai lama, berulang kali menarik napas panjang. Jauh di lubuk hatinya dia dapat merasakan apa yang diderita oleh para pendekar itu. Dan apakah yang dapat dilakukannya? Penjajahan dari bangsanya, Bangsa Mancu, terhadap selurah Tiongkok ini dilakukan oleh nenek moyangnya dan dia hanya sebagai keturunan yang melanjutkan pemerintahan saja. Namun dia sudah berusaha untuk mendirikan pemerintahan yang baik adil dan bijaksana. Bagaimanapun juga, tidak mungkin dia menghapus rasa tidak suka karena dijajah itu dari hati para pendekar.

“Dan bagaimana dengan para pendekar yang kalian bawa menghadap itu?” tanya kaisar kemudian, dengan sinar mata kesal memandang kepada mereka yang menghadap, berlutut di situ dan menundukkan muka.

“Hamba dan Panglima Kao Cin Liong berhasil menyadarkan mereka dan selanjutnya terserah kepada paduka,” kata Puteri Milana.

Kaisar menoleh kepada panglima muda Kao Cin Liong dan kaisar mengerutkan alisnya. Dia teringat akan laporan Louw Tek Ciang. Tadinya dia sendiri mencurigai Jenderal Kao ini dan keluarga Pulau Es, akan tetapi ternyata sekarang bahwa keluarga Pulau Es yang telah menyadarkan sebagian para pendekar dan karena itu maka pertempuran tidaklah sehebat kalau mereka semua memberontak. Sukar dibayangkan betapa hebatnya dan betapa banyaknya perajurit yang akan tewas sekiranya keluarga Pendekar Pulau Es ikut pula memberontak!

“Bagaimana, Kao-ciangkun? Apa keteranganmu tentang semua peristiwa ini?”

Cin Liong melirik ke arah Tek Ciang, lalu memberi hormat dan berkata dengan suara lantang, sedikitpun tidak kelihatan takut.

“Harap sri baginda maafkan kalau hamba bicara secara terus terang saja. Sebetulnya, para pendekar yang mengadakan pertemuan di Hutan Cemara itu sama sekali belum melakukan perbuatan memberontak. Para pendekar itu hanya ingin mengadakan pertemuan dan memilih seorang bengcu di antara mereka. Memang, harus diakui bahwa sebagian besar dari mereka mempunyai jiwa patriot dan merasa tidak suka akan penjajahan. Akan tetapi, ketika mereka mengadakan pertemuan itu, sama sekali belum ada rencana pemberontakan atau gerakan memberontak.”

Kaisar mengangguk-angguk.
“Boleh jadi demikian, akan tetapi mereka telah bersekongkol dengan Jenderal Gan!”

“Hamba tidak tahu akan hal itu, sri baginda. Yang hamba ketahui bahwa para pendekar itu mengadakan pertemuan dan begitu hamba mendengar tentang persekutuan dengan Jenderal Gan dan ditangkapnya panglima itu, hamba bersama keluarga Pulau Es segera pergi ke Hutan Cemara untuk menyadarkan mereka. Sayang bahwa sebagian dari mereka tidak mau dibujuk sehingga terjadi pertempuran itu. Akan tetapi, hamba telah berjanji kepada mereka yang sadar untuk memintakan ampun kepada paduka dan hamba percaya akan kebijaksanaan paduka untuk mengampuni saudara-saudara yang sama sekali belum memperlihatkan perbuatan memberontak ini.”

“Hamba juga memohonkan ampun bagi mereka,” kata pula Puteri Milana dan perbuatan ini diturut pula oleh para keluarga Pulau Es.

Kaisar Kian Liong menghela napas panjang.
“Baiklah, kami mengampuni mereka, akan tetapi mereka akan dicatat dan kalau sampai ketahuan mengadakan persekutuan untuk memberontak lagi, kami akan bertindak dan tidak akan dapat mengampuni mereka lagi.”

Para pendekar menghaturkan terima kasih atas kebijaksanaan kaisar. Mereka lalu diperkenankan keluar dari istana.

Peristiwa di Hutan Cemara itu tidak habis sampai di situ saja. Kao Cin Liong yang merasa betapa sejak itu sikap kaisar berobah terhadap dirinya, dan karena dia sendiripun merasa betapa batinnya terpecah antara kesetiaan kepada kaisar dan setia kawan kepada para pendekar dan patriot, lalu tidak lama kemudian mengajukan permintaan untuk mengundurkan diri.

Permohonan yang kedua kalinya ini tidak ditolak oleh kaisar. Bukan hanya peristiwa itu saja yang mendorong Kao Cin Liong mengundurkan diri, melainkan ada sebab lain lagi, yaitu ketika dia mendengar bahwa Louw Tek Ciang diberi anugerah oleh kaisar, diangkat menjadi seorang pembesar militer yang bertugas di utara!

“Si keparat itu!” Isterinya, Suma Hui mengepal tinju dan wajahnya nampak membayangkan kebencian. “Kalau tidak membalasnya sekarang, kalau sampai dia menjadi pembesar, maka usahaku membalas kepadanya tentu akan mudah dicap pemberontak.”

Demikian antara lain isterinya mengeluh dan akhirnya Kao Cin Liong memaksakan diri mengajukan permohonan kepada kaisar untuk meletakkan jabatannya.

Setelah urusan itu selesai, dia bersama isterinya mulai melakukan penyelidikan dan mencari kesempatan untuk dapat menyergap Louw Tek Ciang dan membalas dendam sebelum orang itu memegang jabatannya di utara.

**** 106 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara - Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon - Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa - Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal - India
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
 Blackpool - Amerika
Blackpool - Amerika
 Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
 Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia

===============================
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney

 Jembatan Baja Terbesar di Australia