Ads

Kamis, 28 November 2019

Pendekar Bongkok Jilid 034

Pek Lan menjatuhkan dirinya berlutut di depan nenek buruk dan tua itu ketika si nenek menurunkannya dari pondongan. Mereka berada di puncak sebuah bukit kecil yang sunyi.

“Terima kasih, nenek yang mulia. Nenek telah menyelamatkan saya, dan selanjutnya saya mohon petunjuk nenek apa yang harus saya lakukan karena hidup saya sebatangkara dan tidak mempunyai harapan lagi.”

“Pek Lan, engkau berjodoh untuk menjadi muridku. Mulai sekarang, aku adalah gurumu. Kalau engkau tidak mau menjadi muridku, engkau akan kubunuh sekarang juga. Nah, engkau pilih mana?”

Diam-diam Pek Lan terkejut bukan main. Ia harus menjadi murid nenek iblis ini dan kalau ia tidak mau ia akan dibunuh! Manusia macam apa nenek ini? Dan ia belum pernah mimpi berguru kepada seorang nenek iblis. Mau belajar apa dari nenek ini? Tidak sukar untuk memilih antara berguru kepada nenek itu atau mati.

“Tentu saja saya memilih berguru, nek.”

“Hushhh! Kalau memilih berguru kepadaku, kenapa masih menyebut nenek? Sebut aku subo (ibu guru)!”

“Baik, subo. Saya akan mentaati semua perintah subo.”

“Bagus! Memang syaratnya engkau harus mentaati semua perintahku. Perintah apa saja harus kau taati, tahu? Kalau tidak, engkau akan kupecat sebagai murid dan akan kubunuh!”

Pek Lan bergidik. Nenek ini sedikit-sedikit mengancam mau membunuhnya! Akan tetapi lalu timbul dalam benaknya bahwa kalau ia dapat memiliki ilmu kepandaian seperti nenek itu, ia akan mampu menghadapi siapapun juga, termasuk nenek ini! Ia akan dapat menghajar semua orang yang tidak disukainya. Maka bangkitlah semangatnya.

“Apapun yang subo perintahkan kepada teecu akan teecu laksanakan.”

“Heh-heh-heh, bagus sekali. Sekarang engkau harus melaksanakan tugas yang amat penting. Kita membutuhkan harta yang amat banyak agar kita dapat hidup tenteram dan berkecukupan. Kalau sudah begitu barulah engkau akan dapat belajar dengan baik.”

“Bagaimana kita bisa mendapatkan harta yang banyak, subo?”

“Mari, ikut dengan aku ke kota besar Ho-tan di timur. Disana terdapat benteng besar pasukan dan di kota itu terdapat seorang yang paling kaya raya yaitu Pangeran Cun Kak Ong yang menjabat komandan atau panglima besar. Banyak barang rampasan disimpan sendiri oleh pangeran itu dan kalau kita dapat memasuki gudang hartanya, tentu kita akan menjadi kaya raya!”

Pek Lan ikut bergembira dan iapun mengikuti subonya. Ia telah melihat kesaktian nenek itu dan ia percaya bahwa nenek itu akan mampu melaksanakan rencananya dengan baik. Mereka akan menjadi kaya raya dan hidup berkecukupan sehingga ia dapat mulai mempelajari ilmu-ilmu kesaktian dari nenek itu.

Pangeran Cun Kak Ong adalah seorang laki-laki tinggi besar berusia lima puluh tahun. Dia adalah seorang bangsawan, masih sanak keluarga Kerajaan Beng-tiauw. Pada masa itu, Kerajaan Beng-tiauw sudah mulai mengalami surut bukan hanya karena pemerintahannya mendapat gangguan para bajak laut, pemberontakan-pemberontakan dalam negeri, ancaman gerakan orang-orang Mancu di luar Tembok Besar, akan tetapi terutama sekali karena para pembesarnya sudah kehilangan kesetiaan mereka terhadap tanah air dan bangsa, melainkan mementingkan kesenangan pribadi masing-masing sehingga sukar ditemukan seorang pembesar yang setia dan tidak melakukan korupsi besar-besaran.

Pangeran Cun Kak Ong juga seorang diantara para pembesar yang kegiatannya hanya membesarkan perut sendiri. Ketika dia diangkat menjadi panglima besar dan menjadi orang nomor satu di daerah Sin-kiang, dia menjadi semacam raja kecil. Hanya sedikit saja bagian hasil dari daerah itu disetorkan ke pusat. Selebihnya, yang terbanyak, masuk ke dalam gudang hartanya sendiri.

Bangsawan ini memiliki kesukaan mengumpulkan barang-barang kuno yang berharga, patung-patung emas, barang-barang antik dari batu giok, perhiasan-perhiasan dari intan atau mutiara, lukisan-lukisan yang mahal harganya. Dia seorang pembesar yang kaya raya dan hidupnya di kota besar Ho-tan seperti kehidupan seorang raja, dengan istananya yang megah dan siang malam dijaga oleh puluhan orang perajurit.






Bukan hanya penjagaan di rumah seperti istana itu yang amat ketat, akan tetapi juga di istana itu terdapat banyak rahasianya sehingga orang luar jangan harap dapat memasuki istana tanpa terancam jebakan-jebakan rahasia. Apalagi kalau ada maling masuk, jangan harap dia akan mampu menemukan kamar-kamar atau gudang-gudang rahasia di bawah tanah! Inilah sebabnya mengapa orang sakti seperti Hek-in Kui-bo ingin mempergunakan muridnya yang cantik jelita untuk melaksanakan niatnya, yaitu mencuri harta dari pangeran itu.

Satu diantara kelemahan-kelemahan Pangeran Cun Kak Ong adalah wanita cantik! Di dalam istananya sudah terdapat belasan orang selir yang muda-muda dan cantik-cantik, dari bermacam suku bangsa. Ada gadis suku bangsa Uigur yang manis, bangsa Uzbek yang panas, bangsa Kirgiz yang cantik lembut, bangsa Hui yang pandai merayu, bahkan ada dari bangsa Tajik yang bermata kebiruan dan berhidung mancung. Namun dia masih selalu membuka mata dan hidung lebar-lebar setiap kali berjumpa dengan wanita cantik yang belum menjadi miliknya!

Pada pagi hari itu, ketika dia berkuda dari rumahnya menuju ke benteng, diiringkan oleh belasan orang pengawal, tiba-tiba dia menahan kudanya dan memberi isarat kepada pasukannya untuk berhenti. Semua perajurit ikut menengok ke kiri kemana panglima itu menengok dan mereka semua menahan senyum, maklum apa yang menyebabkan panglima itu menahan kuda dan memberi isarat mereka agar berhenti.

Kiranya di tepi jalan itu terdapat seorang wanita muda yang sedang menangis dan wanita yang masih amat muda itu, baru tujuh belas tahun usianya, amat cantik manis sehingga tidak mengherankan kalau panglima yang sudah terkenal mata keranjang itu tertarik sekali.

Pangeran itu turun dari atas kudanya dan sambil membusungkan dadanya dia melangkah gagah menghampiri gadis cantik yang sedang memangis itu. Akan tetapi karena sejak beberapa tahun ini perutnya berkembang lebih cepat dari pada dadanya sehingga perutnya amat gendut, yang membusung bukan dadanya melainkan perutnya menjadi semakin menonjol. Akan tetapi dia melangkah dengan lagak yang gagah, yakin akan kegagahan pakaiannya sebagai seorang panglima yang serba gemerlapan.

Beberapa orang yang tadinya juga tertarik dan mendekati gadis yang menangis itu, cepat mundur ketika melihat panglima besar itu menghampiri gadis itu. Yang tinggal dekat gadis itu hanya seorang nenek yang sudah tua sekali dan buruk rupa.

“Nona, siapakah engkau dan kenapa menangis disini?”

Pangeran Cun bertanya dan hatinya semakin tertarik karena setelah dekat, dia mendapat kenyataan betapa gadis itu lebih cantik dari pada yang diduganya. Wajahnya manis sekali, kulitnya putih mulus dan ketika menangis, gadis itu menunduk dan dari atas dia dapat melihat celah-celah belahan dada dan nampaklah lereng sepasang bukit yang menantang.

Gadis itu tidak menjawab melainkan menangis lebih sedih lagi, sampai sesenggukan dan menutupi mukanya dengan kedua tangan dan sehelai saputangan sutera. Nenek di dekatnya juga ikut berlutut, akan tetapi tidak mengeluarkan suara.

“Nona ceritakanlah padaku. Jangan engkau khawatir, aku yang akan menolongmu dan menghukum orang yang membikin susah hatimu. Agaknya engkau bukan orang sini, nona. Dari manakah engkau?”

“Maaf, Taijin.... karena berduka maka tadi saya sukar sekali mengeluarkan suara.... saya memang bukan orang sini.... saya berasal dari sebuah dusun kecil di luar kota Ye-ceng. Nama saya Pek Lan dan saya.... saya, pengantin baru.... baru satu bulan menikah dan ketika saya diboyong ke dusun suami saya.... di tengah jalan kami dihadang perampok! Suami saya, semua keluarga saya.... melakukan perlawanan dan dalam kesempatan itu, saya berhasil melarikan diri, dibantu oleh pelayan tua kami yang setia ini. Ia gagu dan tuli, akan tetapi ia setia sekali.... karena itu, tolonglah kami, Taijin....”

Gadis itu bukan lain adalah Pek Lan, dan nenek yang diakuinya sebagai pelayan setia itu bukan lain adalah gurunya, Hek-in Kui-bo, iblis yang amat jahat dan kejam! Dan semua itu adalah siasat dan rencana si nenek untuk menundukkan hati dan memenangkan kepercayaan Pangeran Cun yang terkenal mata keranjang.

Tepat seperti dugaan nenek ini yang dapat melihat betapa cantik menariknya muridnya, seketika Pangeran Cun jatuh hati! Apalagi mendengar bahwa gadis jelita itu adalah seorang pengantin baru yang baru satu bulan menikah dan kini berpisah dari suaminya! Menurut patut, kalau dia mau menolong, tentu dia akan mengerahkan pasukan untuk mencoba menyelamatkan suami dan keluarga gadis ini. Akan tetapi tidak sama sekali, dia menolong dengan cara “menampung” Pek Lan, dan hal ini sudah pula diperhitungkan nenek Hek-in Kui-bo!

“Aduh kasihan....!”

Pangeran itu berseru sambil melihat kemulusan gadis itu.
“Jangan menangis, nona, dan jangan bersedih. Tentu saja kami suka menolongmu. Mari, mari ikut ke istana kami dan engkau akan segera melupakan malapetaka yang menimpa dirimu, he-he!”

Pek Lan yang bermain sandiwara demi memenuhi perintah gurunya, segera memberi hormat dan berkali-kali menghaturkan terima kasih, tidak lupa untuk menghadiahkan kerling memikat dan senyum kecil menantang, membuat hati pangeran itu menjadi semakin tertarik dan seketika diapun membatalkan kepergiannya ke benteng, melainkan memutar pasukannya pulang ke istana sambil mengawal kereta yang cepat disediakan untuk Pek Lan dan “pelayannya”!

Tepat seperti diperhitungkan oleh Hek-in Kui-bo, dalam waktu singkat sekali Pangeran Cun bertekuk lutut dan tergila-gila kepada selir barunya ini! Hek-in Kui-bo yang berpengalaman juga begitu bertemu dengan Pek Lan sudah tahu bahwa gadis itu bukan perawan, melainkan seorang wanita yang biarpun masih muda namun sudah matang, dan bahwa dalam diri Pek Lan tersembunyi watak cabul dan pemikat.

Pek Lan memang amat cerdik. Tentu saja iapun tidak punya rasa suka kepada Pangeran Cun. Biarpun dia seorang pangeran, bangsawan tinggi yang berkedudukan tinggi dan kaya raya, akan tetapi usianya sudah setengah abad lebih, mukanya yang sudah keriputan itu coba ditutupi dengan watak pesolek, pakaian indah. Akan tetapi pakaiannya yang mewah itu tidak mampu menyembunyikan perutnya yang gendut luar biasa.

Pek Lan terpaksa memejamkan mata agar tidak melihat perut yang seolah-olah akan meledak itu setiap kali sang pangeran mendekatinya. Akan tetapi, dia mempergunakan segala kecantikannya, gaya dan kepandaiannya untuk benar-benar meruntuhkan hati sang pangeran.

Dalam keadaan terbuai kemesraan yang memuncak, Pangeran Cun Kak Ong mencurahkan seluruh kasih sayang dan kepercayaannya kepada selir baru ini sehingga dalam waktu dua minggu saja dia sudah membuka rahasia penyimpanan hartanya. Gudang di bawah tanah itu penuh alat rahasia dan dijaga oleh jagoan-jagoan yang didatangkan dari kota raja dan memiliki ilmu silat tinggi!

Setelah mengorek rahasia ini, cepat Pek Lan memberitahu kepada gurunya yang menyamar sebagai pelayannya.

“Subo, cepat bertindak. Aku sudah tidak tahan lagi didekati babi itu!” keluh Pek Lan yang terpaksa harus melayani pria yang tidak disukainya.

Nenek itu tertawa tanpa membuka mulut.
“Jangan khawatir, malam ini kita kerjakan! Akan tetapi, pekerjaan ini berbahaya sekali, oleh karena itu, sebaiknya kalau engkau tinggal saja di dalam kamarmu. Aku akan memancing mereka mengejar keluar, barulah aku akan mengambilmu dari kamarmu.”

“Tapi...., tapi.... subo jangan lupa untuk mengajak teecu keluar dari neraka ini!”

Kembali nenek itu tertawa,
“Anak goblok, kedudukanmu begitu baik kau bilang neraka?”

“Aih, subo. Siapa sih yang suka siang malam dalam pelukan babi itu? Dengkurnya saja membuat kepalaku selalu pening dan tidak dapat tidur barang sejampun. Seleranya seperti babi, aku jijik....”

“Jangan khawatir. Aku akan bekerja cepat. Biarpun katanya tiga orang jagoan itu berilmu tinggi, akan tetapi aku tidak takut dan tentu aku akan dapat merobohkan mereka,”

Kata nenek itu setelah mencatat dalam ingatannya tentang jebakan-jebakan rahasia yang berhasil dikorek dari mulut Pangeran Cun.

Malam gelap tiba dan setelah lewat tengah malam, nenek Hek-in Kui-bo berkelebat keluar dari kamarnya sendiri di dekat kamar Pek Lan yang ketika itu sedang merasa tersiksa “menderita” dalam pelukan Pangeran Cun.




Pendekar Bongkok Jilid 033
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar