Gadis ini sekarang menjadi marah bukan main.
“Sin-Kiam Mo-li, sungguh engkau iblis kejam dan aku harus membasmi engkau untuk membersihkan dunia dan menentramkan kehidupan rakyat!” sambil membentak marah, Suma Lian mengelak dari serangan Bi-Kwi dan meloncat ke kiri menyambut terjangan Sin Kiam Mo-Li dengan suling emasnya.
Karena ia tahu bahwa Bi-Kwi sekarang benar-benar tak berdaya dan membutakan mata melihat ancaman terhadap suami dan anaknya, maka wanita itu dapat merupakan lawan berbahaya sekali. Bi-Kwi menyerangnya dengan sungguh-sungguh sedangkan ia tentu saja tak tega membalas serangan wanita itu, karena ia maklum benar bahwa Bi-Kwi memusuhinya secara terpaksa sekali. Ia menimpakan kemarahannya kepada Sin-Kiam Mo-li, bukan karena dirinya, melainkan karena melihat cara Sin-Kiam Mo-li menguasai Bi-Kwi dengan cara yang amat licik.
“Trang-tranggg....!”
Saking hebatnya serangan Suma Lian dengan sulingnya, dua kali sulingnya bertemu dengan pedang dan kebutan di kedua tangan Sin-kiam Mo-li dan akibatnya iblis betina itu mengeluh dan meloncat jauh ke belakang. Ketika kedua senjatanya tadi bertemu dengan suling, tiba-tiba saja tangan kiri Suma Lian menampar.
Benturan dengan suling itu membuat tubuhnya terasa dingin seperti disiram air es sehingga ia harus cepat mengerahkan sin-kangnya karena ia maklum bahwa gadis itu tentu mempergunakan Swat-im Sin-kang, yaitu Tenaga Inti Salju, sin-kang yang amat hebat dari pulau es. Ketika tamparan tangan kiri menyambar, ia pun cepat menyambut dengan kebutannya, dengan maksud melukai tangan itu atau kalau mungkin melibat pergelangan tangan lawan dengan bulu kebutannya yang beracun.
Akan tetapi, gadis perkasa itu tidak menarik kembali tangannya sehingga tangan itu bertemu dengan bulu kebutan dan akibatnya Sin-kiam Mo-li merasa tubuhnya panas seperti dibakar api. Itulah yang membuat ia meloncat mundur. Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis itu dengan tangan kanannya yang mempergunakan suling emas mengerahkan tenaga Swat-im Sin-kang yang dingin sekali, sedangkan detik berikutnya, tangan kirinya yang menampar itu mengandung tenaga panas. Ia sudah pula mendengar bahwa di samping Swat-im Sin-kang yang amat dingin, juga keluarga Pulau Es memiliki Hwi-yang Sin-kang atau Tenaga Sakti Inti Api yang amat panas.
Suma Lian hanya mengelak dari serangan-serangan Bi-kwi, bahkan juga serangan yang dilakukan Liok Cit hanya dielakkannya, karena seluruh daya serangnya ditujukannya kepada Sin-kiam Mo-li. Maka, melihat wanita ini meloncat mundur, ia pun mengejarnya dengan loncatan dan kembali ia telah menyerangnya dengan dahsyat dan bertubi-tubi!
Sin-kiam Mo-li berusaha melindungi tubuhnya dengan pedang dan kebutan, akan tetapi hawa pukulan dahsyat yang dikeluarkan dari tangan kiri dan suling emas di tangan Suma Lian membuat ia kembali terhuyung ke belakang.
Pada saat itu Bi-kwi kembali sudah menghantam dari samping untuk menolong Sin-kiam Mo-li yang terdesak. Suma Lian memutar tubuhnya, sekaligus menangkis pukulan Bi-kwi dengan tangan kiri dan menangkis pedang Liok Cit dengan sulingnya.
“Dukkk!”
Tubuh Bi-kwi terpental dan hampir roboh karena tenaganya membalik sedemikian kuatnya.
“Cringgg....!”
Kembali Liok Cit merasa betapa tangannya yang memegang pedang disergap hawa dingin yang membuatnya menggigil. Akan tetapi dia masih sempat mengeluarkan aba-aba dan belasan orang berpakaian merah telah menerjang Suma Lian dari segenap penjuru.
Gadis itu memutar sulingnya sambil mengerahkan tenaga dan beberapa orang anggauta Ang-i Mo-pang berseru kesakitan, pedang mereka terlepas, bahkan ada pula yang roboh karena tidak kuat menahan tangkisan suling yang amat kuat itu. Akan tetapi, lebih banyak lagi orang berpakaian merah mengepung dan mengeroyok Suma Lian. Gadis itu hanya mempergunakan sulingnya melindungi diri, dan mencari-cari dengan pandang matanya. Kiranya Sin-kiam Mo-li sudah menjauhkan diri, berdiri di atas sebuah batu di bawah pohon dan di depannya terbentang petak rumpun yang hijau subur.
Karena Suma Lian maklum bahwa sekali ia mampu merobohkan Sin-kiam Mo-li, tentu dengan mudah ia mengalahkan anak buah iblis betina itu dan menyelamatkan keluarga Yo, ia memutar sulingnya sedemikian rupa sehingga para pengeroyok terpaksa mundur. Dengan menerjang ke kiri, ia merobohkan empat orang anggauta Ang-i Mo-pang dan ia pun lalu menerobos keluar dari kepungan untuk mengejar Sin-kiam Mo-li.
“Iblis betina, mau lari ke mana kau.?” bentaknya sambil berlari cepat melintasi petak rumput sambil memutar suling emasnya.
“Nona Suma, hati-hati....“
Tiba-tiba Bi-kwi berseru, akan tetapi terlambat karena tubuh Suma Lian tiba-tiba terjeblos ke dalam sebuah lubang sumur yang berada di bawah rumput hijau subur itu. Karena sama sekali tidak menyangka dan tidak curiga, Suma Lian tidak mampu menghindarkan dirinya ketika kedua kakinya terjeblos ke bawah. Ia hanya dapat mengerahkan gin-kangnya agar luncuran tubuhnya ke bawah tidak terlampau cepat dan berat.
Untunglah bahwa ketika ia terjeblos dan rumput penutup sumur itu ikut terjeblos, lubang sumur itu terbuka lebar dan ada sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam sumur, Biarpun hanya remang-remang, namun cukup bagi mata Suma Lian yang tajam terlatih itu untuk dapat melihat apa yang berada di bawah, di dasar sumur dan ia pun terkejut.
Kiranya sumur itu merupakan sumur yang tidak ada airnya, dan di dasar sumur dipasangi tombak-tombak runcing menghadap ke atas, siap untuk menerima tubuh siapapun yang masuk ke dalam sumur! Untung ada sinar masuk dan ia dapat melihatnya, kalau tidak, besar sekali bahayanya ia akan terluka dan mungkin tewas!
Kini ia cepat menusukkan suling emas yang masih dipegangnya ke dinding sumur dan ternyata dinding yang hanya merupakan tanah padas itu, dengan mudah tertusuk suling dan ia pun bergantung pada suling yang masuk seluruhnya ke dalam padas kecuali ujung yang dipegangnya!
Suma Lian memandang ke bawah. Tombak-tombak itu hanya tinggal satu meter di bawahnya. Ia harus dapat turun ke bawah, berpijak pada ujung mata tombak-tombak itu karena kalau tidak demikian, ia tidak mempunyai dasar untuk meloncat ke atas.
“Sin-Kiam Mo-li, sungguh engkau iblis kejam dan aku harus membasmi engkau untuk membersihkan dunia dan menentramkan kehidupan rakyat!” sambil membentak marah, Suma Lian mengelak dari serangan Bi-Kwi dan meloncat ke kiri menyambut terjangan Sin Kiam Mo-Li dengan suling emasnya.
Karena ia tahu bahwa Bi-Kwi sekarang benar-benar tak berdaya dan membutakan mata melihat ancaman terhadap suami dan anaknya, maka wanita itu dapat merupakan lawan berbahaya sekali. Bi-Kwi menyerangnya dengan sungguh-sungguh sedangkan ia tentu saja tak tega membalas serangan wanita itu, karena ia maklum benar bahwa Bi-Kwi memusuhinya secara terpaksa sekali. Ia menimpakan kemarahannya kepada Sin-Kiam Mo-li, bukan karena dirinya, melainkan karena melihat cara Sin-Kiam Mo-li menguasai Bi-Kwi dengan cara yang amat licik.
“Trang-tranggg....!”
Saking hebatnya serangan Suma Lian dengan sulingnya, dua kali sulingnya bertemu dengan pedang dan kebutan di kedua tangan Sin-kiam Mo-li dan akibatnya iblis betina itu mengeluh dan meloncat jauh ke belakang. Ketika kedua senjatanya tadi bertemu dengan suling, tiba-tiba saja tangan kiri Suma Lian menampar.
Benturan dengan suling itu membuat tubuhnya terasa dingin seperti disiram air es sehingga ia harus cepat mengerahkan sin-kangnya karena ia maklum bahwa gadis itu tentu mempergunakan Swat-im Sin-kang, yaitu Tenaga Inti Salju, sin-kang yang amat hebat dari pulau es. Ketika tamparan tangan kiri menyambar, ia pun cepat menyambut dengan kebutannya, dengan maksud melukai tangan itu atau kalau mungkin melibat pergelangan tangan lawan dengan bulu kebutannya yang beracun.
Akan tetapi, gadis perkasa itu tidak menarik kembali tangannya sehingga tangan itu bertemu dengan bulu kebutan dan akibatnya Sin-kiam Mo-li merasa tubuhnya panas seperti dibakar api. Itulah yang membuat ia meloncat mundur. Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis itu dengan tangan kanannya yang mempergunakan suling emas mengerahkan tenaga Swat-im Sin-kang yang dingin sekali, sedangkan detik berikutnya, tangan kirinya yang menampar itu mengandung tenaga panas. Ia sudah pula mendengar bahwa di samping Swat-im Sin-kang yang amat dingin, juga keluarga Pulau Es memiliki Hwi-yang Sin-kang atau Tenaga Sakti Inti Api yang amat panas.
Suma Lian hanya mengelak dari serangan-serangan Bi-kwi, bahkan juga serangan yang dilakukan Liok Cit hanya dielakkannya, karena seluruh daya serangnya ditujukannya kepada Sin-kiam Mo-li. Maka, melihat wanita ini meloncat mundur, ia pun mengejarnya dengan loncatan dan kembali ia telah menyerangnya dengan dahsyat dan bertubi-tubi!
Sin-kiam Mo-li berusaha melindungi tubuhnya dengan pedang dan kebutan, akan tetapi hawa pukulan dahsyat yang dikeluarkan dari tangan kiri dan suling emas di tangan Suma Lian membuat ia kembali terhuyung ke belakang.
Pada saat itu Bi-kwi kembali sudah menghantam dari samping untuk menolong Sin-kiam Mo-li yang terdesak. Suma Lian memutar tubuhnya, sekaligus menangkis pukulan Bi-kwi dengan tangan kiri dan menangkis pedang Liok Cit dengan sulingnya.
“Dukkk!”
Tubuh Bi-kwi terpental dan hampir roboh karena tenaganya membalik sedemikian kuatnya.
“Cringgg....!”
Kembali Liok Cit merasa betapa tangannya yang memegang pedang disergap hawa dingin yang membuatnya menggigil. Akan tetapi dia masih sempat mengeluarkan aba-aba dan belasan orang berpakaian merah telah menerjang Suma Lian dari segenap penjuru.
Gadis itu memutar sulingnya sambil mengerahkan tenaga dan beberapa orang anggauta Ang-i Mo-pang berseru kesakitan, pedang mereka terlepas, bahkan ada pula yang roboh karena tidak kuat menahan tangkisan suling yang amat kuat itu. Akan tetapi, lebih banyak lagi orang berpakaian merah mengepung dan mengeroyok Suma Lian. Gadis itu hanya mempergunakan sulingnya melindungi diri, dan mencari-cari dengan pandang matanya. Kiranya Sin-kiam Mo-li sudah menjauhkan diri, berdiri di atas sebuah batu di bawah pohon dan di depannya terbentang petak rumpun yang hijau subur.
Karena Suma Lian maklum bahwa sekali ia mampu merobohkan Sin-kiam Mo-li, tentu dengan mudah ia mengalahkan anak buah iblis betina itu dan menyelamatkan keluarga Yo, ia memutar sulingnya sedemikian rupa sehingga para pengeroyok terpaksa mundur. Dengan menerjang ke kiri, ia merobohkan empat orang anggauta Ang-i Mo-pang dan ia pun lalu menerobos keluar dari kepungan untuk mengejar Sin-kiam Mo-li.
“Iblis betina, mau lari ke mana kau.?” bentaknya sambil berlari cepat melintasi petak rumput sambil memutar suling emasnya.
“Nona Suma, hati-hati....“
Tiba-tiba Bi-kwi berseru, akan tetapi terlambat karena tubuh Suma Lian tiba-tiba terjeblos ke dalam sebuah lubang sumur yang berada di bawah rumput hijau subur itu. Karena sama sekali tidak menyangka dan tidak curiga, Suma Lian tidak mampu menghindarkan dirinya ketika kedua kakinya terjeblos ke bawah. Ia hanya dapat mengerahkan gin-kangnya agar luncuran tubuhnya ke bawah tidak terlampau cepat dan berat.
Untunglah bahwa ketika ia terjeblos dan rumput penutup sumur itu ikut terjeblos, lubang sumur itu terbuka lebar dan ada sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam sumur, Biarpun hanya remang-remang, namun cukup bagi mata Suma Lian yang tajam terlatih itu untuk dapat melihat apa yang berada di bawah, di dasar sumur dan ia pun terkejut.
Kiranya sumur itu merupakan sumur yang tidak ada airnya, dan di dasar sumur dipasangi tombak-tombak runcing menghadap ke atas, siap untuk menerima tubuh siapapun yang masuk ke dalam sumur! Untung ada sinar masuk dan ia dapat melihatnya, kalau tidak, besar sekali bahayanya ia akan terluka dan mungkin tewas!
Kini ia cepat menusukkan suling emas yang masih dipegangnya ke dinding sumur dan ternyata dinding yang hanya merupakan tanah padas itu, dengan mudah tertusuk suling dan ia pun bergantung pada suling yang masuk seluruhnya ke dalam padas kecuali ujung yang dipegangnya!
Suma Lian memandang ke bawah. Tombak-tombak itu hanya tinggal satu meter di bawahnya. Ia harus dapat turun ke bawah, berpijak pada ujung mata tombak-tombak itu karena kalau tidak demikian, ia tidak mempunyai dasar untuk meloncat ke atas.
Sementara itu, dari atas terdengar suara ketawa Sin-kiam Mo-li. Suma Lian tidak tahu betapa Sin-kiam Mo-li tadi dengan marah sudah menyerang Bi-kwi dan karena Bi-kwi tidak melawan, maka ia dapat dirobohkan dengan totokan. Dan Sin-kiam Mo-li tertawa, suara ketawanya terdengar dari bawah sumur oleh Suma Lian.
“Bi-kwi, ternyata engkau kembali hendak berkhianat! Engkau mencoba untuk memperingatkan gadis itu!” bentak Sin-kiam Mo-li. “Aku akan membunuh suami dan puteramu di depan hidungmu, kemudian membunuhmu juga!”
Terdengar oleh Suma Lian, Bi-kwi menjawab dengan suara lirih dan nadanya merendah.
“Mo-li, engkau pun tahu bahwa aku baru datang dan aku sama sekali tidak tahu akan lubang jebakan itu. Aku tadi berseru memperingatkan karena naluri belaka, bukan kusengaja. Hal itu membuktikan bahwa perbuatan jahat sudah tercuci bersih dari lubuk hatiku, Mo-li. Oleh karena itu, kalau engkau hendak memaksaku melakukan kejahatan, biar engkau bunuh kami sekeluarga, aku tidak akan sudi mentaatimu. Kalau untuk perjuangan, tentu saja aku sanggup membantumu karena hal itu bukanlah kejahatan, bahkan merupakan kewajiban para patriot dan pendekar. Akan tetapi, nona Suma Lian ini bukanlah musuh kita, bukanlah bangsa Mancu yang menjajah bangsa kita!”
Kembali Sin-kiam Mo-li tertawa.
“Bi-kwi, sudah kukatakan bahwa engkau kuajak untuk bekerja sama menentang pemerintah penjajah Mancu. Tentang gadis ini, kau lihat sendiri, bukan aku yang memusuhinya, melainkan ia yang datang memusuhi kami! Pula, engkau harus ingat bahwa ia adalah keturunan keluarga Pulau Es dan keluarga Pulau Es masih terhitung keluarga dari Kerajaan Mancu! Nah, kubebaskan totokan padamu, akan tetapi ingat, sekali lagi engkau melakukan hal yang merugikan aku dan mencurigakan, jangan harap engkau akan dapat bertemu lagi dengan suami dan puteramu!”
Setelah dibebaskan totokannya, Bikwi bertanya,
“Mo-li, bagaimanapun juga nona Suma Lian itu hanya datang dengan niat menyelamatkan anakku. Ia bukan orang jahat, bukan pula kaki tangan Kerajaan Mancu. Karena itu, perlu apa membunuhnya? Bukankah lebih baik kalau ia diselamatkan, dan diajak bekerja sama menentang pemerintahan penjajah?”
“Heh-heh-heh, engkau tidak tahu Bi-kwi. Siapapun yang terjebak ke dalam sumur ini, tentu mampus karena di dasar sumur sudah menanti banyak tombak yang akan menembus tubuhnya. Ia tentu sudah tewas, kalau belum, batu ini yang akan membantu agar kematiannya datang dengan cepat!”
Setelah berkata demikian, Sin-kiam Mo-li mengerahkan tenaganya mendorong batu besar yang tadi diinjaknya. Batu itu besar sekali, akan tetapi dengan tenaganya yang kuat, Sin-kiam Mo-li akhirnya berhasil mendorongnya setelah dibantu oleh Liok Cit dan anak buah Ang-i Mo-pang.
Batu itu menggelinding ke arah sumur dan kalau terjatuh ke dalam sumur itu, betapapun tinggi ilmu kepandaian Suma Lian, pasti ia tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi, tergencet batu dari atas dan tertusuk tombak-tombak runcing dari bawah!
Bi-kwi hanya dapat melihat dengan wajah pucat, ngeri membayangkan betapa tubuh nona pendekar, keturunan keluarga Pulau Es itu akan binasa secara menyedihkan tanpa ia mampu berbuat sesuatu. Tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang pemuda yang berseru lantang,
“Sin-kiam Mo-li, sungguh di mana-mana engkau menyebar kejahatan!”
Dan pemuda itu lalu meloncat ke arah batu yang menggelinding dan sudah tiba dekat sumur itu. Sekali dia mendorong, batu itu terpental dan terlempar sampai beberapa meter jauhnya!
Melihat ini, Bi-kwi terbelalak, penuh kagum karena ia maklum betapa sukarnya melakukan perbuatan seperti itu, membutuhkan tenaga yang bukan main besarnya! Ia memandang penuh perhatian.
Seorang pemuda sederhana saja, pakaiannya serba putih, wajahnya sederhana, tidak terlalu tampan walaupun juga tidak buruk, akan tetapi sinar matanya lembut dan mulutnya selalu membayangkan senyum ramah sehingga wajah itu mendatangkan rasa suka dalam hatinya.
Sementara itu, melihat pemuda yang baru muncul dan yang sekali dorong dapat membuat batu yang amat berat dan besar tadi terpental, Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya, wajahnya agak berubah dan sinar matanya membayangkan rasa gentar. Ia mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Tan Sin Hong atau yang kini dikenal banyak orang kang-ouw sebagai Pek-ho Enghiong (Pendekar Bangau Putih)!
Akan tetapi, beberapa orang anggauta Ang-i Mo-pang tidak mengenal pemuda ini. Walaupun mereka tadi terkejut juga melihat batu itu terpental oleh dorongan seseorang, akan tetapi melihat bahwa orang itu hanyalah seorang pemuda sederhana berpakaian putih, mereka mengira bahwa pemuda itu hanya memiliki tenaga besar saja. Enam orang anggauta Ang-i Mo-pang, dengan pedang di tangan, untuk mencari muka dan jasa, cepat menerjang Sin Hong dengan ganas sekali.
Melihat enam batang pedang menyambar dari semua penjuru, mengarah hampir semua bagian tubuh berbahaya darinya, Sin Hong tidak menjadi gentar. Dia memutar tubuhnya dan dengan Ilmu Silat Pat-sian Sin-kun (Silat Sakti Delapan Dewa), secara beruntun dia mampu mengelak dan menangkis pedang-pedang itu dengan kedua lengannya, dan kakinya juga membagi-bagi tendangan.
Empat batang pedang yang bertemu dengan lengannya, terpental dan terlepas dari pegangan pemiliknya, disusul robohnya enam orang itu oleh tendangan Sin Hong. Untung bagi mereka bahwa pemuda itu bukan seorang pembunuh, maka hanya terpelanting dan terbanting keras saja, tidak menderita luka yang membahayakan keselamatan hidup mereka.
Sementara itu, Suma Lian yang berada di dalam sumur, berhasil melompat turun dan hinggap di atas dua ujung tombak dengan kedua kakinya. Akan tetapi ketika ia memandang ke atas, ternyata lubang sumur itu terlalu tinggi baginya. Tidak mungkin melompat ke atas dengan hanya menekankan kedua kaki pada ujung tombak yang runcing dan lentur!
Kalau tombak itu patah, ia malah akan celaka, dan kalau sampai loncatannya tidak sampai ke atas sumur, ia akan jatuh lagi dan hal itu lebih berbahaya lagi! Gadis ini cerdik. Ia mengukur lebar sumur. Tidak begitu lebar. Ketika ia berdiri di tengah dan mengembangkan kedua lengannya, maka kedua lengannya itu lebih panjang daripada lebarnya sumur. Ia lalu mencoba untuk menusukkan tangannya dengan jari terbuka pada dinding sumur.
“Ceppp!”
Tangan yang terlatih itu, bagaikan tombak saja menancap di dinding sumur padas itu sampai ke pergelangan tangannya! Ia mencoba untuk mencengkeram dan dengan mudah jari-jari tangannya dapat mencengkeram. Ah, ia menemukan akal untuk dapat mendaki naik, pikirnya.
Diselipkannya suling emas di pinggangnya, kemudian mulailah dicengkeramnya dinding sumur di kanan kiri dengan kedua tangannya dan mulailah ia mendaki. Kedua kakinya terpentang dan membantu kedua tangannya, menginjak pada bekas cengkeraman tangan dan dengan cepat ia mendaki naik. Sebentar saja ia sudah melompat naik keluar dari dalam sumur, tepat pada saat Sin Hong merobohkan enam orang pengeroyoknya.
Sin-kiam Mo-li yang terkejut melihat kehebatan Sin Hong merobohkan enam orang anak buahnya, menjadi semakin kaget melihat munculnya Suma Lian dari dalam sumur. Sin Hong sendiri tadi tidak melihat gadis itu terjebak ke dalam sumur, hanya mendengar ucapan Sin-kiam Mo-li yang hendak membunuh seseorang di dalam sumur dengan menggelindingkan batu besar, maka dia cepat turun tangan mendorong pergi batu itu.
Kini, melihat munculnya seorang gadis dari dalam sumur, dia juga terkejut dan kagum bukan main. Gadis itu demikian cantik. Mukanya yang sebagian terkena lumpur, coreng-moreng tidak menyembunyikan kecantikannya. Matanya demikian bening, tajam dan kocak, mulutnya demikian manisnya dan tersenyum mengejek ketika ia memandang kepada Sin-kiam Mo-li. Kemudian ia menoleh kepada Sin Hong. Ia tidak mengenal pemuda ini, akan tetapi melihat betapa pemuda itu tadi dikeroyok oleh enam orang berpakaian merah, ia dapat menduga bahwa pemuda ini tentulah bukan sahabat atau pembantu Sin-kiam Mo-li. Ketika ia memandang kepada Bi-kwi yang tadi mencoba untuk memperingatkannya ketika ia hampir terjeblos ke dalam sumur, ia melihat wanita itu nampak diam saja, tidak berdaya.
“Sin-kiam Mo-li, engkau sungguh seorang iblis betina yang tak tahu malu, mengandalkan pengeroyokan dan mengandalkan jebakan keji. Sungguh, tidak mungkin lagi engkau dibiarkan hidup di dunia ini!” bentak Suma Lian dan ia sudah mengeluarkan suling emasnya, tidak peduli bahwa kedua tangannya kotor karena lumpur.
“Ucapan Nona ini memang tepat. Engkau terlampau jahat, Sin-kiam Moli, dan terpaksa pula aku harus berusaha membasmimu, demi keamanan hidup orang-orang lain!” kata Sin Hong, diam-diam kagum dan kaget melihat gadis itu memegang sebatang suling emas.
Melihat sikap kedua orang muda itu dan mendengar ancaman mereka, mau tidak mau Sin-kiam Mo-li merasa takut. Ia memandang kepada Tan Sin Hong dengan mata penuh kebencian.
“Huh, engkau lagi yang merusak semua rencanaku!” Ia lalu berseru kepada Ciong Siu Kwi. “Bi-kwi, hayo cepat usir mereka berdua itu, atau suami dan puteramu akan kusuruh bunuh sekarang juga!”
Ia hendak mempergunakan Bi-kwi sebagai perisai karena ia maklum bahwa kalau Suma Lian dan Tan Sin Hong maju bersama, biar ia dibantu oleh Liok Cit, Bi-kwi dan puluhan orang Ang-i Mo-pang juga tidak akan ada gunanya. Suma Lian sudah demikian hebatnya, dan ia tahu bahwa Tan Sin Hong lebih lihai lagi!
Bi-kwi juga maklum bahwa di antara mereka semua, ialah yang paling terjepit. Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya agaknya takut menghadapi pemuda yang baru datang ini, akan tetapi bagaimanapun juga, iblis betina itu masih dapat membela diri mati-matian dan ia pun tahu betapa lihainya iblis betina itu. Akan tetapi ia sendiri? Ia merasa seolah-olah kaki tangannya dibelenggu.
Dengan disanderanya suami dan puteranya, ia tidak mampu berbuat sesuatu kecuali mentaati perintah Sin-kiam Mo-li. Melihat Suma Lian dan pemuda yang baru muncul ini, ia pun maklum bahwa keduanya tentulah pendekar-pendekar yang gagah perkasa, bahkan Suma Lian sudah tahu siapa dirinya. Maka ia mempunyai suatu gagasan yang baik sekali. Kenyataannya bahwa Sin-kiam Mo-li takut terhadap pemuda dan gadis itu harus dimanfaatkannya sebaik mungkin.
“Mo-li, aku yakin bahwa nona Suma Lian dan juga Taihiap (Pendekar Besar) yang tidak kukenal ini akan suka memenuhi permintaanku, akan tetapi aku baru mau melakukan perintahmu kalau engkau suka membebaskan puteraku.”
Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya, lalu tersenyum mengejek.
“Bi-kwi, engkau tidak berada dalam keadaan untuk memaksaku. Engkaulah yang harus mentaati perintahku, engkau sama sekali tidak boleh menuntut sesuatu dariku. Ingat, sekali aku memberi isyarat, suami dan puteramu akan mampus.”
“Apa boleh buat, Mo-li. Kalau engkau membunuh mereka, aku akan membantu Suma-lihiap dan Taihiap ini untuk membasmi engkau dan anak buahmu ini tak seorang pun akan kuberi ampun. Orang-orang bekas anggauta Ang-i Mo-pang ini mengenal siapa aku dan aku tidak biasa menjilat kembali kata-kata yang sudah kukeluarkan! Engkau boleh pilih. Membebaskan puteraku, dan aku akan membantu perjuangan yang kau sebutkan itu, dengan suamiku menjadi sandera. Atau, engkau boleh membunuh mereka, akan tetapi engkau sendiri dan semua anak buahmu ini akan mati semua di tangan kami bertiga!”
Sin Hong yang mendengarkan percakapan itu, menjadi bingung karena dia memang tidak tahu apa yang telah terjadi dan siapa pula wanita yang disebut Bi-kwi oleh Sin-kiam Mo-li itu.
“Apakah artinya semua ini? Aku tidak ingin mencampuri urusan antara kalian berdua dan....“
“Diamlah engkau!” Suma Lian membentak Sin Hong dengan suara nyaring sehingga Sin Hong tersentak kaget, tidak mengira bahwa gadis itu sedemikian galaknya terhadap dia yang sama sekali tidak saling mengenal. “Jangan turut campur dan diamlah saja karena engkau tidak tahu urusannya!”
Sin Hong tersenyum dan hanya mengangguk, lalu berdiri sambil bersedakap, saling bertumpang lengan di atas dada seolah-olah dia hendak memperlihatkan bahwa dia tidak akan mencampuri urusan mereka dan hanya mendengarkan saja.
Sin-kiam Mo-li mempertimbangkan ucapan Bi-kwi tadi. Diam-diam ia pun mengerti bahwa apa yang dikatakan oleh Bi-kwi memang benar.
“Engkau berjanji bahwa kalau aku membebaskan puteramu, engkau akan ikut bersama kami dan suamimu menjadi sandera, dan engkau berjanji membantu perjuangan kami?” tanyanya kepada Bi-kwi.
“Aku berjanji!” jawab Bi-kwi dengan tegas dan Sin-kiam Mo-li merasa lega.
Ia mengenal kekerasan hati Bi-kwi dan tahu pula bahwa wanita itu, setelah kini meninggalkan dunia kang-ouw, lebih lagi menjaga kehormatan dan pasti tidak akan mau melanggar janjinya.
“Baiklah, engkau sudah berjanji dan didengarkan, disaksikan oleh semua orang yang berada di sini!”
Sin-kiam Mo-li lalu memerintahkan Liok Cit untuk mengambil anak itu dari dalam pondok. Liok Cit pergi memasuki pondok dan tak lama kemudian dia keluar menggandeng tangan Yo Han. Setelah dilepaskan, Yo Han lari kepada ibunya.
“Ibu, kata ayah, Ibu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Ibu, selamatkan ayah dari tangan mereka yang jahat ini!” kata Yo Han.
“Tenanglah, anakku. Han-ji, sekarang engkau harus dengarkan kata-kata Ibu dan mentaatinya, mengerti? Nah mulai sekarang, engkau ikutlah pergi dengan enci Suma Lian itu.”
“Tapi, ibu dan ayah....”
“Jangan membantah lagi. Pergilah bersama enci Suma Lian. Ia seorang pendekar wanita perkasa yang tentu akan mau mengatur dirimu, dan engkau taatilah ia, turut saja ke mana engkau dibawa pergi dan apa yang selanjutnya ia atur tentang dirimu. Nona Suma, sudikah Nona menolong anak kami Yo Han ini, mengajaknya pergi dari sini?”
Suma Lian mengerutkan alisnya. Ia maklum akan maksud Ciong Siu Kwi. Agaknya wanita itu hendak mengorbankan dirinya dan suaminya demi keselamatan anak mereka.
“Bibi, tidakkah lebih baik kalau kita hancurkan saja iblis betina ini dan kawan-kawannya.”
“Tidak! Harap jangan lakukan ini. Mereka akan membunuh suamiku, dan aku sudah mengeluarkan janji. Kalau kalian berdua melakukan itu, terpaksa aku akan membelanya dan akan melawanmu sampai mati! Tidak, aku mohon kepadamu, nona Suma Lian, bawalah anakku Yo Han dan terserah kepadamu akan kau berikan kepada siapa anak kami itu. Budimu takkan kami lupakan, Nona, dan kalau Tuhan menghendaki, kelak tentu kami akan dapat bertemu kembali dengan dia. Nah, bawalah dia pergi, Nona.”
Suma Lian menarik napas panjang. Ia merasa menyesal sekali bahwa ia harus melepaskan Sin-kiam Mo-li. Akan tetapi, demi keselamatan keluarga Yo, ia tidak mempunyai pilihan.
“Marilah, Yo Han, mari ikut dengan aku!” katanya sambil mengulurkan tangan.
Akan tetapi Yo Han menarik diri dan memegang tangan ibunya.
“Tidak, aku tidak mau meninggalkan ibu dan ayah!” katanya.
“Yo Han, jangan engkau membantah lagi. Kalau engkau tidak mau, maka ayah, ibu, dan engkau akan mati semua, dibunuh oleh orang-orang ini!” kata Ciong Siu Kwi.
“Aku tidak peduli! Biar mereka membunuh kita, aku tidak takut Ibu, asal bersama dengan ayah dan ibu!” bantah pula Yo Han.
“Yo Han, anakku. Kalau engkau pergi ikut dengan enci Suma Lian ini maka ayah dan ibumu tidak akan dibunuh dan kelak kita akan berjumpa lagi,” bujuk Ciong Siu Kwi.
“Tapi, Ibu. Tadi ayah menceritakan semua. Katanya Ibu lihai dan dia menyesal mengapa tidak membolehkan aku belajar silat dari Ibu, agar aku dapat menentang dan melawan orang-orang jahat.”
“Han-ji, anakku. Kepandaian enci Suma dan Paman itu jauh lebih tinggi daripada ilmu kepandaian ibumu. Kalau engkau ikut dengan enci Suma Lian, maka ia tentu akan mampu mencarikan guru yang jauh lebih lihai daripada ibumu. Pergilah dan jangan membantah lagi, anakku.”
Sejak tadi Sin Hong mendengarkan dengan penuh perhatian dan diam-diam dia merasa kagum sekali kepada anak laki-laki itu. Kini, setelah mendengarkan dengan penuh perhatian, dia mulai mengerti. Kiranya wanita yang cantik dan berpakaian seperti seorang petani wanita itu telah dibikin tidak berdaya oleh Sin-kiam Mo-li karena suaminya dan puteranya disandera oleh iblis betina itu. Memang, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan suami isteri itu hanyalah membiarkan anak itu dibawa pergi. Ketika dia mendengar disebutnya nama gadis itu oleh ibu anak itu, dia pun terkejut setengah mati.
Dia memang belum mengenal nama itu, akan tetapi nama keluarga itu! Suma! Siapa lagi yang memakai nama keluarga itu kalau bukan keturunan keluarga Pulau Es yang nama keluarganya juga Suma? Dia sudah banyak mendengar kehebatan ilmu keluarga Pulau Es seperti yang sering diceritakan oleh tiga orang gurunya! Kini, melihat kebandelan Yo Han yang ingin hidup atau mati bersama ayah ibunya, dia pun lalu ikut bicara.
“Seorang anak yang ingin menjadi seorang calon pendekar, lebih dulu harus menjadi seorang anak berbakti yang mentaati semua perintah orang tuanya, terutama ibunya!”
Mendengar ucapan laki-laki itu, Yo Han menoleh dan menghadapi Sin Hong, sepasang matanya yang kecil namun amat tajam itu mengamati Sin Hong dari kepala sampai ke kaki, kemudian terdengar suaranya lantang.
“Paman, kata ibu Paman memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari ibu, dan Paman tadi menasihati aku bagaimana sikap seorang calon pendekar! Kalau sudah dapat menasihati orang, tentu seorang pendekar. Apakah Paman seorang pendekar?”
Ditanya demikian oleh seorang anak kecil, Sin Hong agak tersipu, akan tetapi dia mengangguk sambil tersenyum.
“Hemmm, begitulah.“
“Kalau Paman seorang pendekar, tentu berani menentang iblis betina ini! Lawanlah dia, Paman agar aku percaya akan semua omonganmu!” kata Yo Han sambil menudingkan telunjuknya ke arah Sin-kiam Mo-li.
Sin Hong menoleh ke arah iblis betina itu, dan wajah Sin-kiam Mo-li menjadi agak pucat. Ia sudah merasakan kelihaian pemuda itu. Ia dibantu oleh Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek saja masih belum mampu mengalahkan Tan Sin Hong, apalagi ia harus maju seorang diri.
Sin Hong berkata kepada anak itu sambil tersenyum,
“Kalau ia berani, boleh saja.”
Suma Lian yang sejak tadi melihat dan mendengar, merasa mendongkol juga. Dianggapnya pemuda yang berpakaian serba putih dan sikapnya lembut sederhana itu terlalu sombong dan bicara besar. Ia sendiri tahu bahwa Sin-kiam Mo-li adalah seorang wanita yang sakti dan tidak boleh dipandang ringan, akan tetapi pemuda ini berani mengejek, mengatakan apakah wanita itu berani kepadanya!
“Bi-kwi, ternyata engkau kembali hendak berkhianat! Engkau mencoba untuk memperingatkan gadis itu!” bentak Sin-kiam Mo-li. “Aku akan membunuh suami dan puteramu di depan hidungmu, kemudian membunuhmu juga!”
Terdengar oleh Suma Lian, Bi-kwi menjawab dengan suara lirih dan nadanya merendah.
“Mo-li, engkau pun tahu bahwa aku baru datang dan aku sama sekali tidak tahu akan lubang jebakan itu. Aku tadi berseru memperingatkan karena naluri belaka, bukan kusengaja. Hal itu membuktikan bahwa perbuatan jahat sudah tercuci bersih dari lubuk hatiku, Mo-li. Oleh karena itu, kalau engkau hendak memaksaku melakukan kejahatan, biar engkau bunuh kami sekeluarga, aku tidak akan sudi mentaatimu. Kalau untuk perjuangan, tentu saja aku sanggup membantumu karena hal itu bukanlah kejahatan, bahkan merupakan kewajiban para patriot dan pendekar. Akan tetapi, nona Suma Lian ini bukanlah musuh kita, bukanlah bangsa Mancu yang menjajah bangsa kita!”
Kembali Sin-kiam Mo-li tertawa.
“Bi-kwi, sudah kukatakan bahwa engkau kuajak untuk bekerja sama menentang pemerintah penjajah Mancu. Tentang gadis ini, kau lihat sendiri, bukan aku yang memusuhinya, melainkan ia yang datang memusuhi kami! Pula, engkau harus ingat bahwa ia adalah keturunan keluarga Pulau Es dan keluarga Pulau Es masih terhitung keluarga dari Kerajaan Mancu! Nah, kubebaskan totokan padamu, akan tetapi ingat, sekali lagi engkau melakukan hal yang merugikan aku dan mencurigakan, jangan harap engkau akan dapat bertemu lagi dengan suami dan puteramu!”
Setelah dibebaskan totokannya, Bikwi bertanya,
“Mo-li, bagaimanapun juga nona Suma Lian itu hanya datang dengan niat menyelamatkan anakku. Ia bukan orang jahat, bukan pula kaki tangan Kerajaan Mancu. Karena itu, perlu apa membunuhnya? Bukankah lebih baik kalau ia diselamatkan, dan diajak bekerja sama menentang pemerintahan penjajah?”
“Heh-heh-heh, engkau tidak tahu Bi-kwi. Siapapun yang terjebak ke dalam sumur ini, tentu mampus karena di dasar sumur sudah menanti banyak tombak yang akan menembus tubuhnya. Ia tentu sudah tewas, kalau belum, batu ini yang akan membantu agar kematiannya datang dengan cepat!”
Setelah berkata demikian, Sin-kiam Mo-li mengerahkan tenaganya mendorong batu besar yang tadi diinjaknya. Batu itu besar sekali, akan tetapi dengan tenaganya yang kuat, Sin-kiam Mo-li akhirnya berhasil mendorongnya setelah dibantu oleh Liok Cit dan anak buah Ang-i Mo-pang.
Batu itu menggelinding ke arah sumur dan kalau terjatuh ke dalam sumur itu, betapapun tinggi ilmu kepandaian Suma Lian, pasti ia tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi, tergencet batu dari atas dan tertusuk tombak-tombak runcing dari bawah!
Bi-kwi hanya dapat melihat dengan wajah pucat, ngeri membayangkan betapa tubuh nona pendekar, keturunan keluarga Pulau Es itu akan binasa secara menyedihkan tanpa ia mampu berbuat sesuatu. Tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang pemuda yang berseru lantang,
“Sin-kiam Mo-li, sungguh di mana-mana engkau menyebar kejahatan!”
Dan pemuda itu lalu meloncat ke arah batu yang menggelinding dan sudah tiba dekat sumur itu. Sekali dia mendorong, batu itu terpental dan terlempar sampai beberapa meter jauhnya!
Melihat ini, Bi-kwi terbelalak, penuh kagum karena ia maklum betapa sukarnya melakukan perbuatan seperti itu, membutuhkan tenaga yang bukan main besarnya! Ia memandang penuh perhatian.
Seorang pemuda sederhana saja, pakaiannya serba putih, wajahnya sederhana, tidak terlalu tampan walaupun juga tidak buruk, akan tetapi sinar matanya lembut dan mulutnya selalu membayangkan senyum ramah sehingga wajah itu mendatangkan rasa suka dalam hatinya.
Sementara itu, melihat pemuda yang baru muncul dan yang sekali dorong dapat membuat batu yang amat berat dan besar tadi terpental, Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya, wajahnya agak berubah dan sinar matanya membayangkan rasa gentar. Ia mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Tan Sin Hong atau yang kini dikenal banyak orang kang-ouw sebagai Pek-ho Enghiong (Pendekar Bangau Putih)!
Akan tetapi, beberapa orang anggauta Ang-i Mo-pang tidak mengenal pemuda ini. Walaupun mereka tadi terkejut juga melihat batu itu terpental oleh dorongan seseorang, akan tetapi melihat bahwa orang itu hanyalah seorang pemuda sederhana berpakaian putih, mereka mengira bahwa pemuda itu hanya memiliki tenaga besar saja. Enam orang anggauta Ang-i Mo-pang, dengan pedang di tangan, untuk mencari muka dan jasa, cepat menerjang Sin Hong dengan ganas sekali.
Melihat enam batang pedang menyambar dari semua penjuru, mengarah hampir semua bagian tubuh berbahaya darinya, Sin Hong tidak menjadi gentar. Dia memutar tubuhnya dan dengan Ilmu Silat Pat-sian Sin-kun (Silat Sakti Delapan Dewa), secara beruntun dia mampu mengelak dan menangkis pedang-pedang itu dengan kedua lengannya, dan kakinya juga membagi-bagi tendangan.
Empat batang pedang yang bertemu dengan lengannya, terpental dan terlepas dari pegangan pemiliknya, disusul robohnya enam orang itu oleh tendangan Sin Hong. Untung bagi mereka bahwa pemuda itu bukan seorang pembunuh, maka hanya terpelanting dan terbanting keras saja, tidak menderita luka yang membahayakan keselamatan hidup mereka.
Sementara itu, Suma Lian yang berada di dalam sumur, berhasil melompat turun dan hinggap di atas dua ujung tombak dengan kedua kakinya. Akan tetapi ketika ia memandang ke atas, ternyata lubang sumur itu terlalu tinggi baginya. Tidak mungkin melompat ke atas dengan hanya menekankan kedua kaki pada ujung tombak yang runcing dan lentur!
Kalau tombak itu patah, ia malah akan celaka, dan kalau sampai loncatannya tidak sampai ke atas sumur, ia akan jatuh lagi dan hal itu lebih berbahaya lagi! Gadis ini cerdik. Ia mengukur lebar sumur. Tidak begitu lebar. Ketika ia berdiri di tengah dan mengembangkan kedua lengannya, maka kedua lengannya itu lebih panjang daripada lebarnya sumur. Ia lalu mencoba untuk menusukkan tangannya dengan jari terbuka pada dinding sumur.
“Ceppp!”
Tangan yang terlatih itu, bagaikan tombak saja menancap di dinding sumur padas itu sampai ke pergelangan tangannya! Ia mencoba untuk mencengkeram dan dengan mudah jari-jari tangannya dapat mencengkeram. Ah, ia menemukan akal untuk dapat mendaki naik, pikirnya.
Diselipkannya suling emas di pinggangnya, kemudian mulailah dicengkeramnya dinding sumur di kanan kiri dengan kedua tangannya dan mulailah ia mendaki. Kedua kakinya terpentang dan membantu kedua tangannya, menginjak pada bekas cengkeraman tangan dan dengan cepat ia mendaki naik. Sebentar saja ia sudah melompat naik keluar dari dalam sumur, tepat pada saat Sin Hong merobohkan enam orang pengeroyoknya.
Sin-kiam Mo-li yang terkejut melihat kehebatan Sin Hong merobohkan enam orang anak buahnya, menjadi semakin kaget melihat munculnya Suma Lian dari dalam sumur. Sin Hong sendiri tadi tidak melihat gadis itu terjebak ke dalam sumur, hanya mendengar ucapan Sin-kiam Mo-li yang hendak membunuh seseorang di dalam sumur dengan menggelindingkan batu besar, maka dia cepat turun tangan mendorong pergi batu itu.
Kini, melihat munculnya seorang gadis dari dalam sumur, dia juga terkejut dan kagum bukan main. Gadis itu demikian cantik. Mukanya yang sebagian terkena lumpur, coreng-moreng tidak menyembunyikan kecantikannya. Matanya demikian bening, tajam dan kocak, mulutnya demikian manisnya dan tersenyum mengejek ketika ia memandang kepada Sin-kiam Mo-li. Kemudian ia menoleh kepada Sin Hong. Ia tidak mengenal pemuda ini, akan tetapi melihat betapa pemuda itu tadi dikeroyok oleh enam orang berpakaian merah, ia dapat menduga bahwa pemuda ini tentulah bukan sahabat atau pembantu Sin-kiam Mo-li. Ketika ia memandang kepada Bi-kwi yang tadi mencoba untuk memperingatkannya ketika ia hampir terjeblos ke dalam sumur, ia melihat wanita itu nampak diam saja, tidak berdaya.
“Sin-kiam Mo-li, engkau sungguh seorang iblis betina yang tak tahu malu, mengandalkan pengeroyokan dan mengandalkan jebakan keji. Sungguh, tidak mungkin lagi engkau dibiarkan hidup di dunia ini!” bentak Suma Lian dan ia sudah mengeluarkan suling emasnya, tidak peduli bahwa kedua tangannya kotor karena lumpur.
“Ucapan Nona ini memang tepat. Engkau terlampau jahat, Sin-kiam Moli, dan terpaksa pula aku harus berusaha membasmimu, demi keamanan hidup orang-orang lain!” kata Sin Hong, diam-diam kagum dan kaget melihat gadis itu memegang sebatang suling emas.
Melihat sikap kedua orang muda itu dan mendengar ancaman mereka, mau tidak mau Sin-kiam Mo-li merasa takut. Ia memandang kepada Tan Sin Hong dengan mata penuh kebencian.
“Huh, engkau lagi yang merusak semua rencanaku!” Ia lalu berseru kepada Ciong Siu Kwi. “Bi-kwi, hayo cepat usir mereka berdua itu, atau suami dan puteramu akan kusuruh bunuh sekarang juga!”
Ia hendak mempergunakan Bi-kwi sebagai perisai karena ia maklum bahwa kalau Suma Lian dan Tan Sin Hong maju bersama, biar ia dibantu oleh Liok Cit, Bi-kwi dan puluhan orang Ang-i Mo-pang juga tidak akan ada gunanya. Suma Lian sudah demikian hebatnya, dan ia tahu bahwa Tan Sin Hong lebih lihai lagi!
Bi-kwi juga maklum bahwa di antara mereka semua, ialah yang paling terjepit. Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya agaknya takut menghadapi pemuda yang baru datang ini, akan tetapi bagaimanapun juga, iblis betina itu masih dapat membela diri mati-matian dan ia pun tahu betapa lihainya iblis betina itu. Akan tetapi ia sendiri? Ia merasa seolah-olah kaki tangannya dibelenggu.
Dengan disanderanya suami dan puteranya, ia tidak mampu berbuat sesuatu kecuali mentaati perintah Sin-kiam Mo-li. Melihat Suma Lian dan pemuda yang baru muncul ini, ia pun maklum bahwa keduanya tentulah pendekar-pendekar yang gagah perkasa, bahkan Suma Lian sudah tahu siapa dirinya. Maka ia mempunyai suatu gagasan yang baik sekali. Kenyataannya bahwa Sin-kiam Mo-li takut terhadap pemuda dan gadis itu harus dimanfaatkannya sebaik mungkin.
“Mo-li, aku yakin bahwa nona Suma Lian dan juga Taihiap (Pendekar Besar) yang tidak kukenal ini akan suka memenuhi permintaanku, akan tetapi aku baru mau melakukan perintahmu kalau engkau suka membebaskan puteraku.”
Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya, lalu tersenyum mengejek.
“Bi-kwi, engkau tidak berada dalam keadaan untuk memaksaku. Engkaulah yang harus mentaati perintahku, engkau sama sekali tidak boleh menuntut sesuatu dariku. Ingat, sekali aku memberi isyarat, suami dan puteramu akan mampus.”
“Apa boleh buat, Mo-li. Kalau engkau membunuh mereka, aku akan membantu Suma-lihiap dan Taihiap ini untuk membasmi engkau dan anak buahmu ini tak seorang pun akan kuberi ampun. Orang-orang bekas anggauta Ang-i Mo-pang ini mengenal siapa aku dan aku tidak biasa menjilat kembali kata-kata yang sudah kukeluarkan! Engkau boleh pilih. Membebaskan puteraku, dan aku akan membantu perjuangan yang kau sebutkan itu, dengan suamiku menjadi sandera. Atau, engkau boleh membunuh mereka, akan tetapi engkau sendiri dan semua anak buahmu ini akan mati semua di tangan kami bertiga!”
Sin Hong yang mendengarkan percakapan itu, menjadi bingung karena dia memang tidak tahu apa yang telah terjadi dan siapa pula wanita yang disebut Bi-kwi oleh Sin-kiam Mo-li itu.
“Apakah artinya semua ini? Aku tidak ingin mencampuri urusan antara kalian berdua dan....“
“Diamlah engkau!” Suma Lian membentak Sin Hong dengan suara nyaring sehingga Sin Hong tersentak kaget, tidak mengira bahwa gadis itu sedemikian galaknya terhadap dia yang sama sekali tidak saling mengenal. “Jangan turut campur dan diamlah saja karena engkau tidak tahu urusannya!”
Sin Hong tersenyum dan hanya mengangguk, lalu berdiri sambil bersedakap, saling bertumpang lengan di atas dada seolah-olah dia hendak memperlihatkan bahwa dia tidak akan mencampuri urusan mereka dan hanya mendengarkan saja.
Sin-kiam Mo-li mempertimbangkan ucapan Bi-kwi tadi. Diam-diam ia pun mengerti bahwa apa yang dikatakan oleh Bi-kwi memang benar.
“Engkau berjanji bahwa kalau aku membebaskan puteramu, engkau akan ikut bersama kami dan suamimu menjadi sandera, dan engkau berjanji membantu perjuangan kami?” tanyanya kepada Bi-kwi.
“Aku berjanji!” jawab Bi-kwi dengan tegas dan Sin-kiam Mo-li merasa lega.
Ia mengenal kekerasan hati Bi-kwi dan tahu pula bahwa wanita itu, setelah kini meninggalkan dunia kang-ouw, lebih lagi menjaga kehormatan dan pasti tidak akan mau melanggar janjinya.
“Baiklah, engkau sudah berjanji dan didengarkan, disaksikan oleh semua orang yang berada di sini!”
Sin-kiam Mo-li lalu memerintahkan Liok Cit untuk mengambil anak itu dari dalam pondok. Liok Cit pergi memasuki pondok dan tak lama kemudian dia keluar menggandeng tangan Yo Han. Setelah dilepaskan, Yo Han lari kepada ibunya.
“Ibu, kata ayah, Ibu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Ibu, selamatkan ayah dari tangan mereka yang jahat ini!” kata Yo Han.
“Tenanglah, anakku. Han-ji, sekarang engkau harus dengarkan kata-kata Ibu dan mentaatinya, mengerti? Nah mulai sekarang, engkau ikutlah pergi dengan enci Suma Lian itu.”
“Tapi, ibu dan ayah....”
“Jangan membantah lagi. Pergilah bersama enci Suma Lian. Ia seorang pendekar wanita perkasa yang tentu akan mau mengatur dirimu, dan engkau taatilah ia, turut saja ke mana engkau dibawa pergi dan apa yang selanjutnya ia atur tentang dirimu. Nona Suma, sudikah Nona menolong anak kami Yo Han ini, mengajaknya pergi dari sini?”
Suma Lian mengerutkan alisnya. Ia maklum akan maksud Ciong Siu Kwi. Agaknya wanita itu hendak mengorbankan dirinya dan suaminya demi keselamatan anak mereka.
“Bibi, tidakkah lebih baik kalau kita hancurkan saja iblis betina ini dan kawan-kawannya.”
“Tidak! Harap jangan lakukan ini. Mereka akan membunuh suamiku, dan aku sudah mengeluarkan janji. Kalau kalian berdua melakukan itu, terpaksa aku akan membelanya dan akan melawanmu sampai mati! Tidak, aku mohon kepadamu, nona Suma Lian, bawalah anakku Yo Han dan terserah kepadamu akan kau berikan kepada siapa anak kami itu. Budimu takkan kami lupakan, Nona, dan kalau Tuhan menghendaki, kelak tentu kami akan dapat bertemu kembali dengan dia. Nah, bawalah dia pergi, Nona.”
Suma Lian menarik napas panjang. Ia merasa menyesal sekali bahwa ia harus melepaskan Sin-kiam Mo-li. Akan tetapi, demi keselamatan keluarga Yo, ia tidak mempunyai pilihan.
“Marilah, Yo Han, mari ikut dengan aku!” katanya sambil mengulurkan tangan.
Akan tetapi Yo Han menarik diri dan memegang tangan ibunya.
“Tidak, aku tidak mau meninggalkan ibu dan ayah!” katanya.
“Yo Han, jangan engkau membantah lagi. Kalau engkau tidak mau, maka ayah, ibu, dan engkau akan mati semua, dibunuh oleh orang-orang ini!” kata Ciong Siu Kwi.
“Aku tidak peduli! Biar mereka membunuh kita, aku tidak takut Ibu, asal bersama dengan ayah dan ibu!” bantah pula Yo Han.
“Yo Han, anakku. Kalau engkau pergi ikut dengan enci Suma Lian ini maka ayah dan ibumu tidak akan dibunuh dan kelak kita akan berjumpa lagi,” bujuk Ciong Siu Kwi.
“Tapi, Ibu. Tadi ayah menceritakan semua. Katanya Ibu lihai dan dia menyesal mengapa tidak membolehkan aku belajar silat dari Ibu, agar aku dapat menentang dan melawan orang-orang jahat.”
“Han-ji, anakku. Kepandaian enci Suma dan Paman itu jauh lebih tinggi daripada ilmu kepandaian ibumu. Kalau engkau ikut dengan enci Suma Lian, maka ia tentu akan mampu mencarikan guru yang jauh lebih lihai daripada ibumu. Pergilah dan jangan membantah lagi, anakku.”
Sejak tadi Sin Hong mendengarkan dengan penuh perhatian dan diam-diam dia merasa kagum sekali kepada anak laki-laki itu. Kini, setelah mendengarkan dengan penuh perhatian, dia mulai mengerti. Kiranya wanita yang cantik dan berpakaian seperti seorang petani wanita itu telah dibikin tidak berdaya oleh Sin-kiam Mo-li karena suaminya dan puteranya disandera oleh iblis betina itu. Memang, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan suami isteri itu hanyalah membiarkan anak itu dibawa pergi. Ketika dia mendengar disebutnya nama gadis itu oleh ibu anak itu, dia pun terkejut setengah mati.
Dia memang belum mengenal nama itu, akan tetapi nama keluarga itu! Suma! Siapa lagi yang memakai nama keluarga itu kalau bukan keturunan keluarga Pulau Es yang nama keluarganya juga Suma? Dia sudah banyak mendengar kehebatan ilmu keluarga Pulau Es seperti yang sering diceritakan oleh tiga orang gurunya! Kini, melihat kebandelan Yo Han yang ingin hidup atau mati bersama ayah ibunya, dia pun lalu ikut bicara.
“Seorang anak yang ingin menjadi seorang calon pendekar, lebih dulu harus menjadi seorang anak berbakti yang mentaati semua perintah orang tuanya, terutama ibunya!”
Mendengar ucapan laki-laki itu, Yo Han menoleh dan menghadapi Sin Hong, sepasang matanya yang kecil namun amat tajam itu mengamati Sin Hong dari kepala sampai ke kaki, kemudian terdengar suaranya lantang.
“Paman, kata ibu Paman memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari ibu, dan Paman tadi menasihati aku bagaimana sikap seorang calon pendekar! Kalau sudah dapat menasihati orang, tentu seorang pendekar. Apakah Paman seorang pendekar?”
Ditanya demikian oleh seorang anak kecil, Sin Hong agak tersipu, akan tetapi dia mengangguk sambil tersenyum.
“Hemmm, begitulah.“
“Kalau Paman seorang pendekar, tentu berani menentang iblis betina ini! Lawanlah dia, Paman agar aku percaya akan semua omonganmu!” kata Yo Han sambil menudingkan telunjuknya ke arah Sin-kiam Mo-li.
Sin Hong menoleh ke arah iblis betina itu, dan wajah Sin-kiam Mo-li menjadi agak pucat. Ia sudah merasakan kelihaian pemuda itu. Ia dibantu oleh Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek saja masih belum mampu mengalahkan Tan Sin Hong, apalagi ia harus maju seorang diri.
Sin Hong berkata kepada anak itu sambil tersenyum,
“Kalau ia berani, boleh saja.”
Suma Lian yang sejak tadi melihat dan mendengar, merasa mendongkol juga. Dianggapnya pemuda yang berpakaian serba putih dan sikapnya lembut sederhana itu terlalu sombong dan bicara besar. Ia sendiri tahu bahwa Sin-kiam Mo-li adalah seorang wanita yang sakti dan tidak boleh dipandang ringan, akan tetapi pemuda ini berani mengejek, mengatakan apakah wanita itu berani kepadanya!