Ads

Rabu, 25 September 2019

Mutiara Hitam Jilid 139

Pertandingan terjadi makin seru dan cepat. Gerakan Suling Emas indah sekali, indah dan cepat namun karena empat orang pengeroyoknya juga bukan orang-orang biasa, ia kalah cepat dan terpaksa bertubi-tubi menangkis serangan yang datang bergantian bagaikan hujan lebatnya.

Setelah pendekar sakti ini mainkan ilmunya, Hong-in-bun-hoat, sulingnya mencorat-coret huruf-huruf sakti di udara barulah dia dapat mematahkan semua serangan dan dapat mengimbangi gencarnya serangan, sungguhpun ia masih belum dapat membalas serangan.

Sementara itu, diluar terjadi perang hebat antara pasukan-pasukan Khitan yang besar jumlahnya melawan orang orang Hsi-hsia dan pendeta jubah merah. Pasukan Khitan ini memang mencari Pangeran Mahkota mereka dan akhirnya dapat menyerbu ke markas Hsi-hsia.

Akan tetapi agaknya mereka takkan berhasil kalau saja tidak bertemu dengan Suling Emas di luar hutan. Suling Emas yang memimpin mereka memasuki markas tanpa diketahui sehingga mereka dapat menyerbu secara mendadak. Karena jumlah mereka lebih banyak dan karena pasukan Khitan ini lebih berpengalaman dalam perang, maka pihak His-hsia segera terdesak hebat dan banyak jatuh korban.

Sementara itu, Siang Ki telah berhasil membebaskan Hauw Lam, Talibu, dan Mimi. Setelah mereka beristirahat sebentar untuk memulihkan jalan darah yang membeku karena terlalu lama dibelenggu, mereka lalu keluar dari kamar tahanan yang menyeramkan dengan adanya mayat Bu-tek Siu-lam yang terpotong-potong!

Mereka siap membantu Suling Emas, bahkan Pangeran Talibu sendiri cemas melihat ayah kandungnya dikeroyok tadi. Akan tetapi hatinya lega mendengar teriakan-teriakan pasukannya, teriakan-teriakan itu adalah tanda bahwa pihak pasukannya berhasil mendesak dan menang.

Ketika mereka tiba di luar, hati mereka makin lega. Kiranya Suling Emas kini bukan hanya seorang diri menghadapi pengeroyokan empat musuh, melainkan dibantu seorang kakek tua renta yang cebol berkepala besar dan tertawa cekikikan. Yang paling girang hatinya adalah Hauw Lam karena ia mengenal kakek ini yang bukan lain adalah kakek aneh luar biasa Bu-tek Lo-jin yang menjadi gurunya hanya untuk beberapa hari lamanya.

Pak-sin-ong dan Thai-lek Kauw-ong mengeroyok Suling Emas, adapun Siauw-bin Lo-mo dan Bouw Lek Couwsu mengeroyok Bu-tek Lo-jin. Baik Bu-tek Lo-jin yang hanya memegang sebatang ranting kecil maupun Suling Emas yang bersenjatakan suling dapat mendesak kedua pengeroyok masing-masing. Akan tetapi pada saat itu, serombongan hwesio jubah merah yang mendengar tanda bahaya yang dikeluarkan Bouw Lek Couwsu, sudah datang dengan senjata di tangan untuk mengeroyok dua orang pendekar sakti itu.

Mereka ini jumlahnya ada dua puluh orang, murid-murid pilihan yang terpaksa meninggalkan peperangan yang terdesak untuk membantu dan membela guru mereka. Melihat munculnya hwesio-hwesio jubah merah ini, Yu Siang Ki dan Hauw Lam segera meloncat maju menerjang dengan senjata golok yang mereka temukan di luar kamar tahanan. Juga Pangeran Talibu tidak mau ketinggalan. Pangeran ini sudah mengambil sebatang pedang seperti juga Puteri Mimi, dan kedua orang muda bangsawan yang pandai ilmu silat ini pun lalu menyerbu dan membantu Siang Ki dan Hauw Lam.

Sebagian dari hwesio-hwesio itu menyambut serbuan empat orang muda, akan tetapi sebagian besar membantu Bouw Lek Couwsu. Melihat datangnya banyak hwesio jubah merah yang otomatis mengeroyok kakek cebol, Suling Emas menjadi marah. Ia membuat gerakan panjang, gulungan sinar suling melibat bayangan Thai-lek Kauw-ong yang sungguh luar biasa.

Kauw-ong kaget, merasa betapa sinar itu mengandung hawa dingin yang tajam melebihi pedang. Untuk menjaga diri, Kauw-ong lalu berputaran seperti gasing, sepasang gembrengnya menjadi sinar yang membungkus tubuhnya.

Akan tetapi, ia kena diakali Suling Emas yang memang hanya menggertak saja. Setelah kakek raksasa yang amat lihai itu berputaran, tiba-tiba Suling Emas mengerahkan seluruh tenaga dan perhatian kepada Pak-sin-ong. Tubuhnya berkelebat, sulingnya melengking bagaikan sinar kilat menyambar ke arah Pak-sin-ong. Kini Pak-sin-ong tidak ada pembantu karena sahabatnya sedang berputaran seperti gasing. Terpaksa ia menangkis dengan gergaji di tangan kanan sedangkan tali pancingnya menyambar ke arah kaki Suling Emas.

"Cringg.... krekkkk!"

Gergaji itu patah-patah menjadi beberapa potong. Pak-sin-ong hendak meloncat mundur akan tetapi alangkah kagetnya ketika gerakannya itu terhalang oleh tali pancingnya sendiri yang kini sudah melibat-libat tangan Suling Emas.

Kiranya pendekar sakti itu telah menangkap pancingnya dan karena talinya diikatkan pada pinggang, Pak-sin-ong tak dapat melarikan diri! Ia menjadi nekat, membetot-betot tali pancing dan mengirim pukulan sambil tiba-tiba menubruk maju. Tubuh yang menubruk itu diterima dengan tusukan suling. Pak-sin-ong mengulur tangan menangkap suling. Gerakannya cepat dan tak terduga-duga sehingga suling itu dapat tertangkap.






Mereka saling betot, adu tenaga. Namun Pak-sin-ong kalah kuat sehingga terpaksa mempergunakan kedua tangan melawan tangan kanan Suling Emas. Sambil tersenyum Suling Emas mempertahankan suling dengan tangan kanan, adapun tangan kirinya bergerak cepat, jari-jari tangan yang ampuh dan kuat itu satu kali menusuk ke arah pelipis lawan. Tanpa mengeluarkan suara Pak-sin-ong melepaskan suling dan roboh tak bergerak lagi.

Ketika Suling Emas siap menghadapi Thai-lek Kauw-ong, ternyata Si Raja Monyet itu telah melompat jauh melarikan diri! Ia tidak mengejar, melainkan menyerbu ke depan membantu kakek cebol yang kini dikeroyok banyak sekali lawan.

Para murid Bouw Lek Couwsu tentu saja semua mengeroyok Si Cebol ini untuk membantu guru mereka. Si Kakek Cebol benar-benar hebat luar biasa sehingga mengagumkan hati Suling Emas. Ia dapat menduga siapa adanya kakek ini, tentulah Bu-tek Lo-jin karena siapa lagi di dunia ini ada tokoh sakti memiliki tubuh seperti kanak-kanak dan kepala besar seperti raksasa?

Memang kini sudah kelihatan tua sekali sehingga kalau melihat mukanya orang yang pernah bertemu akan menjadi pangling, akan tetapi melihat potongan tubuh dan kepalanya, melihat sikapnya yang ugal-ugalan mudah saja menduga siapa tokoh ini.

"Locianpwe Bu-tek Lo-jin, terima kasih atas bantuan Locianpwe!" kata Suling Emas sambil menerjang maju, menyerang Siauw-bin Lo-mo.

"Heh-heh-heh. Suling Emas, siapa membantu siapa? Aku hanya ingin menghajar monyet-monyet gundul berpakaian pendeta ini!" Dan.... "brettt.... brettt....!" celana dua orang hwesio jubah merah robek dan putus tali kolornya.

Tentu saja dua orang hwesio itu kedodoran dan tersipu-sipu mundur untuk membenarkan celananya yang robek. Kakek cebol itu tertawa bergelak dan tubuhnya kembali berkelebatan di antara sinar senjata para pengeroyoknya yang amat banyak.

"Hayo Bouw Lek Couwsu, lepaskan celanamu!" kembali kakek cebol itu tertawa dan menerjang.

Ia tidak pedulikan para hwesio yang menghalanginya. Dengan lincahnya ia melejit dan menyelinap, tahu-tahu ia sudah berhadapan lagi dengan Bouw Lek Couwsu. Kalau tadi ia belum berhasil adalah karena selain Bouw Lek Couwsu sendiri amat lihai, kakek pemimpin Hsi-hsia ini dibantu pula oleh Siauw-bin Lo-mo. Kini menghadapi kakek cebol seorang diri, Bouw Lek Couwsu menjadi pucat dan marah. Tongkat kuningnya yang berat digerakkan menghantam tubuh Bu-tek Lo-jin.

"Desss....!"

Dan Bouw Lek Couwsu melongo. Jelas tadi ia melihat tongkatnya secara tepat menyambar tubuh cebol itu, akan tetapi mengapa kini hanya tanah saja yang dihantamnya dan kemana perginya Si Cebol?

Tiba-tiba terdengar bunyi kain robek dan Bouw Lek Couwsu cepat membalikkan tubuh karena merasa tubuh belakangnya dingin. Kiranya Bu-tek Lo-jin sudah berdiri di belakangnya dan ketika Bouw Lek Couwsu meraba tubuh belakang, celananya di bagian belakang sudah robek lebar sekali sehingga nampak buah pantatnya yang besar menghitam!

"Ha-ha-ha-ha, persis pantat monyet, ha-ha-ha," Bu-tek Lo-jin tertawa terbahak-bahak.

Bouw Lek Couwsu marah bukan main. Murid-muridnya sudah mengurung dan mengeroyok lagi kakek cebol itu dan seorang murid datang membawa celana baru yang cepat dipakai oleh Bouw Lek Couwsu. Kemudian sambil menggigit bibir saking marahnya, ia memutar tongkatnya lagi menerjang Si Kakek Nakal.

Pertandingan antara empat orang muda melawan para pendeta jubah merah juga berjalan seru. Para pendeta itu adalah murid-murid pilihan Bouw Lek Couwsu yang merupakan pengawal pribadi, maka kepandaian mereka cukup tinggi. Kini bermunculan pasukan pengawal. Hsi-hsia yang membantu sehingga empat orang muda itu harus bekerja keras.

Banyak sudah orang Hsi-hsia roboh oleh pedang mereka, akan tetapi jumlah pihak lawan makin banyak. Betapapun juga, dengan enaknya Yu Siang Ki dan Tang Hauw Lam mempermainkan dan membabati mereka karena tingkat ilmu kepandaian dua orang muda ini jauh lebih tinggi.

Puteri Mimi di samping Talibu sudah mundur karena Sang Pangeran terlalu lelah oleh luka-lukanya. Dia dibimbing Puteri Mimi yang siap melindunginya. Tadinya Talibu tidak mau berhenti dalam bertanding melawan musuh, akan tetapi Yu Siang Ki yang melihat betapa gerakan Pangeran ini lemah dan tidak tetap, bahkan wajahnya pucat sekali, maka ia lalu memutar senjata memberi jalan keluar kepada Pangeran ini, minta supaya Sang Pangeran mengaso dijaga Puteri Mimi.

Siauw-bin Lo-mo repot sekali menghadapi Suling Emas. Tiga kali ia dibikin jungkir-balik oleh suling di tangan lawan. Untung ke tiga kali itu ia cukup cepat sehingga hanya mengalami jungkir-balik dan babak belur, kalau ia kurang cepat sedikit saja, tentu nyawanya telah melayang. Karena maklum bahwa ia bukan tandingan Suling Emas yang luar biasa saktinya, tiba-tiba Siauw-bin Lo-mo tertawa bergelak, tangan kirinya membanting bumbung, juga tangan kanannya meraih bola yang bergantungan pada pinggangnya.

Terdengar bunyi ledakan-ledakan keras dan tanpak asap bermacam-macam warnanya mengebul memenuhi tempat pertandingan itu. Bouw Lek Couwsu berseru memberi peringatan kepada anak buahnya yang lari cerai-berai, namun terlambat sedikit. Lebih dari sepuluh orang His-hsia dan pendeta jubah merah roboh berkelojotan, ada yang terkena besi, ada yang menghisap asap beracun.

Pangeran Talibu dan Puteri Mimi yang mengaso di emper bangunan, dari jauh melihat betapa setelah membantingi bahan-bahan peledak dan asap beracun, Siauw-bin Lo-mo roboh telentang. Akan tetapi mereka tidak melihat di mana adanya Suling Emas, Bu-tek Lo-jin, Yu Siang Ki, dan Tang Hauw Lam! Apakah mereka berempat juga sudah menjadi korban?

Kiranya ketika terjadi ledakan-ledakan tadi, keadaan amatlah berbahaya sehingga orang-orang lihai seperti Siang Ki dan Hauw Lam sekalipun belum tentu dapat menyelamatkan diri karena mereka sedang menghadapi pengeroyokan.

Akan tetapi, tiba-tiba mereka berdua berseru kaget, tubuh mereka terangkat dan terbang melayang ke atas genteng markas Bouw Lek Couwsu. Setelah memandang, kiranya Suling Emas yang menyambar tubuh Siang Ki dan Bu-tek Lo-jin yang membawa "terbang" Hauw Lam! Setelah dilepaskan di atas genteng, dua orang muda itu segera bertekuk lutut menghaturkan terima kasih.

Bu-tek Lo-jin duduk di atas genteng, merangkul pundak Hauw Lam.
"Heh-heh, kau lumayan, aku tidak kecewa. Apalagi permainanmu di depan Bouw Lek Couwsu dan sekutunya, hebat!"

"Berkat bimbingan Suhu," kata Hauw Lam merendah.

"Heh, bimbingan apa? Aku tidak pernah mengajarmu bersyair!"

"Suhu telah datang, kenapa tidak cepat turun tangan tadi?"

"Kenapa? Aku belum ada kegembiraan."

"Bukankah tadi keadaan Mutiara Hitam terancam bahaya?"

"Uuuhh, berani bermain api jangan takut terbakar. Berani bermusuhan jangan takut berkelahi dan berani berkelahi jangan takut mati! Perlu apa aku mesti tolong? Eh, Hauw Lam, syairmu tadi yang memuat teka-teki, mengapa kau begitu sembrono? Hatiku sampai berdebar tidak karuan. Bagaimana kalau kebetulan diantara mereka ada yang menebak tepat angka empat? Kau tentu kalah.

Hauw Lam maklum bahwa gurunya ini memang ugal-ugalan, maka jawaban dan alasan tadi tidak ia masukkan hati.

"Teecu (murid) takkan kalah, Suhu. Walaupun ada yang menjawab empat umpamanya, teecu akan salahkan dia karena jawabannya bukan empat."

"Heeeii, bagaimana ini?"

"Aah, ini hanya akal anak kecil, Suhu. Di dalam syair itu terdapat angka atau jumlah bermacam-macam. Kura-kuranya empat, emasnya satu, bulannya dengan bayangannya dua, tanggal purnama lima belas. Kalau sekalian angka-angka itu dikali, ditambah, dikurangi atau dibagi, bisa saja kita mencari bilangan dari satu sampai seratus! Tentu saja semua tebakan bisa teecu salahkan!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar