Ads

Jumat, 27 September 2019

Mutiara Hitam Jilid 144

“Aku ingin ke Khitan, akan tetapi, baiklah kita ke kota raja dulu, karena aku pun ingin sekali mendengar bagaimana dengan akhir pertempuran di markas orang Hsi-hsia itu,”

Tentu saja, bagaimana ia dapat pergi ke Khitan menyusul Pangeran Talibu kalau ia belum mendengar tentang keadaan Pangeran itu?

Berangkatlah mereka ke kota raja. Kiang Liong mempersilakan Kwi Lan naik kuda sedang ia sendiri berjalan di samping kuda. Pemuda itu nampak gembira bukan main. Besar harapannya melihat sikap gadis itu yang selalu manis dan ramah kepadanya. Ia merasa betapa hatinya benar-benar jatuh terhadap Kwi Lan.

Belum pernah selamanya ia menaruh simpati begini besar terhadap seorang gadis yang kehadirannya membuat matahari bersinar lebih terang, bunga-bunga mekar lebih indah. Ia tidak mau secara sembrono menyatakan cinta kasihnya, dan mengharap senyum itu dapat dimengerti gadis ini. Kelak kalau sudah tiba saatnya, ia akan mengajukan lamaran secara resmi!

Dapat dibayangkan betapa besar rasa kegembiraan mereka, terutama hati Kwi Lan, ketika mereka tiba di luar kota raja, mereka sudah mendengar berita tentang kesudahan pertempuran di markas Bouw Lek Couwsu.

Mereka mendengar berita bahwa markas orang Hsi-hsia dihancurkan oleh Suling Emas dan pasukan Khitan, bahwa Pangeran Talibu dan Puteri Mimi yang ditahan disana telah dibebaskan dan kembali ke Khitan, juga tentang kematian Siauw-bin Lo-mo dan Pak-sin-ong oleh Suling Emas yang dibantu oleh seorang kakek cebol berkepala raksasa yang amat aneh dan lihai!

Dua orang muda itu menduga-duga dan Kiang Liong berkata,
“Tak salah lagi, kakek aneh itu tentulah Bu-tek Lo-jin!”

“Guru Berandal? Betul-betul dia datang?”

Tanya Kwi Lan, tertawa geli kalau teringat kepada Hauw Lam. Muridnya begitu ugal-ugalan, entah bagaimana gurunya!

“Tentu dia, siapa lagi kakek begitu aneh yang dapat menandingi orang-orang seperti Siauw-bin Lo-mo? Akan tetapi agar dapat mendengar keterangan lebih jelas, mari kita memasuki kota raja. Mungkin Suhu masih berada di kota raja.”

Mereka melanjutkan perjalanan. Di depan pintu gerbang kota raja, mereka disambut pasukan kota raja sebanyak dua losin orang yang dikepalai seorang komandan. Begitu bertemu, komandan itu lalu membentak.

“Kiang Liong, lebih baik engkau menyerah!”

Kiang Liong terkejut bukan main. ia mengenal komandan ini, seperti juga komandan yang lain. Dia sudah terkenal dan selalu dihormati mereka. Bagaimana sekarang komandan ini membentak suruh ia menyerah?

“Heii, apa maksudmu?” ia balas bertanya, terheran-heran.

Komandan ini berkata angkuh,
“Lekas berlutut dan dengarkan firman Kaisar!”

Melihat betapa komandan itu mengeluarkan segulung surat perintah, Kiang Liong segera berlutut, mendengarkan bagaikan mimpi suara komandan itu yang lantang membacakan surat perintah.

Hampir tidak percaya ia ketika mendengar bahwa surat perintah itu adalah pernyataan Kaisar bahwa dia adalah seorang pemberontak yang memancing permusuhan dengan bangsa Hsi-hsia dan tidak mentaati perintah damai dari Kaisar! Ia termenung tak dapat berkata-kata. Ketika komandan menghampirinya membawa belenggu, ia menyerahkan kedua lengannya tanpa membantah, wajahnya pucat.

“Heii, lepaskan dia!”

Tiba-tiba Kwi Lan menerjang maju dan Si Komandan terpental jauh, jatuh bergulingan dan pingsan! Dua losin tentara mengurung, namun Kwi Lan mengamuk. Begitu kaki tangannya bergerak, enam orang tentara sudah terpelanting, roboh!






“Nona, jangan....!” Kiang Liong berseru menahan.

“Jangan bagaimana? Kiang Liong, engkau mengapa begini lemah? Biar kaisar biar setan kalau perintahnya tidak benar perlu apa ditaati? Kau tidak bersalah hendak ditangkap, masa menyerah begitu saja? Kau boleh menyerah, akan tetapi aku tetap tidak membiarkan kau ditangkap!”

Kiang Liong bingung, apalagi melihat nona itu mengamuk terus dan setiap orang tentara yang mendekatinya tentu terpelanting roboh. Ia menghela napas, kemudian mengambil keputusan untuk sementara lari dan mencari suhunya minta pertimbangan agar mencegah Mutiara Hitam mengamuk yang dapat menimbulkan bencana lebih besar lagi.

“Baiklah, Mutiara Hitam. Mari kita lari!”

Mereka berdua lalu kabur dengan ilmu lari cepat. Pasukan yang kehilangan komandan karena komandan itu masih pingsan menjadi bingung dan hanya dapat menolong mereka yang terluka dan pingsan.

Setelah lari jauh, dengan suara penuh harapan Kiang Liong bertanya,
“Mutiara Hitam, engkau.... mengapa kau menolongku mati-matian?”

Kwi Lan tersenyum.
“Siapa bicara tentang tolong-menolong? Bagaimana aku dapat melihat kau ditangkap begitu saja? Nah, kita berpisah disini. Aku akan terus ke Khitan.”

“Aku mendengar bahwa Nona adalah puteri Ratu Khitan. Nona hendak menemui ibumu?”

Di dalam hatinya, Kwi Lan sebetulnya bukan hanya ingin menemui ibunya, melainkan terutama sekali menyusul.... Pangeran Talibu. Akan tetapi ia menjawab dengan anggukan kepala dan melanjutkan, Nah, sampai jumpa.”

“Sampai jumpa, Mutiara Hitam dan terima kasih. Kelak aku akan berkunjung ke Khitan.”

Ketika Mutiara Hitam membalapkan kudanya, Kiang Liong berdiri mengikutinya dengan pandang mata sampai bayangan manusia dan kuda lenyap ditelan debu yang mengebul tinggi.

Kemudian Kiang Liong melanjutkan perjalanan, bertanya-tanya dan akhirnya mendengar bahwa Suling Emas setelah menghadap kaisar lalu meninggalkan kota raja dengan wajah muram. Ada tokoh pengemis yang mengetahui bahwa Suling Emas pergi menyusul Yu-pangcu ke Kang-hu. Berangkatlah Kiang Liong ke Kang-hu.

Pagi hari itu kota Kang-hu kebanjiran.... pengemis! Dari segenap penjuru kota berbondong-bondong datang para pengemis, bahkan banyak pula datang dari luar kota. Berita telah tersiar luas, berita yang amat aneh, yang menarik perhatian bukan saja para pengemis baju kotor, bahkan para pengemis baju bersih, golongan kaum sesat dan para tokoh kang-ouw juga tertarik.

Maka pada hari itu, kota Kang-hu tidak hanya kebanjiran kaum pengemis, bahkan bermacam orang kang-ouw datang berkunjung. Berita apakah yang begitu menarik? Bukan lain adalah berita penantangan Yu Kang Tianglo kepada Suling Emas! Sha-gwee Cap-go. Bulan tiga tanggal lima belas, itulah harinya!

Perkumpulan pengemis Khong-sim Kai-pang sudah mempersiapkan panggung besar di depan rumah perkumpulan. Sebuah panggung dari papan yang luas, yang biasa disebut panggung tempat pibu (adu silat).

Yu Siang Ki atau Yu-pangcu sendiri yang mengatur segalanya, sesuai dengan pesan Suling Emas. Dan malam tadi Suling Emas sudah datang, kini berada di dalam rumah perkumpulan, mengenakan pakaian tambal-tambalan.

Bagi mereka yang mengerti duduknya persoalan, menjadi tegang dan gelisah. Yu Kang Tianglo sudah meninggal dunia dan yang kini menggunakan nama Yu Kang Tianglo adalah Suling Emas yang sebenarnya, menantang Suling Emas palsu! Yu Kang Tianglo tidak ada dan kini berarti Suling Emas tulen berhadapan dengan Suling Emas palsu, atau lebih tepat, Yu Kang Tianglo palsu berhadapan dengan Suling Emas palsu!

Yu Siang Ki sendiri yang menyampaikan surat tantangan dari “Yu Kang Tiang-lo” kepada “Suling Emas” di Lembah Ang-san-tok di Gunung Heng-tuan-san, dan mendapat jawaban siap oleh “Suling Emas” bahkan menentukan jamnya di waktu pagi!

Demikianlah, ketika jam penentuan sudah dekat, Suling Emas yang berpakaian sebagai pengemis itu keluar dari dalam rumah perkumpulan, lalu duduk di atas sebuah bangku di atas panggung.

Sorak-sorai para pengemis menyambut munculnya tokoh ini, terutama dari para anggauta Khong-sim Kai-pang yang mengenal bahwa tokoh besar inilah sesungguhnya Suling Emas tulen! Yang tidak tahu duduknya persoalan dan tidak mengenal Suling Emas, mengira bahwa tokoh ini benar-benar Yu Kang Tianglo tokoh Khong-sim Kai-pang.

Suling Emas duduk di atas bangku, hatinya tegang karena ia masih belum mengerti apa maksunya orang memalsukan namanya dan menantang Yu Kang Tianglo! Tentu ada rahasia tersembunyi di balik kejadian ini. Juga ia merasa penasaran dan ingin menguji kepandaian orang yang memalsukan namanya.

Tepat pada jam yang ditentukan, tiba-tiba terdengar bunyi melengking tinggi dari jauh, disusul suara, orang.

“Suling Emas tiba! Adakah Yu Kang Tianglo sudah tiba?”

Suling Emas terkejut. Bukan main suara itu. Jelas bahwa orang itu memiliki ilmu kepandaian tinggi, memiliki khikang yang hebat, mampu mengirim suara dari jauh, bahkan mampu menirukan lengkingnya yang khas Suling Emas! Ia lalu bangkit berdiri dari bangkunya, berdongak dan membusungkan dada, kemudian menjawab dengan pengerahan khikang sehingga suaranya dapat mencapai tempat jauh, ke arah dari mana suara tadi terdengar.

“Yu Kang Tianglo siap menerima kunjungan Suling Emas!”

Keadaan menjadi hening. Mereka yang hadir dan memenuhi tempat di bawah panggung menjadi tegang. Tak lama kemudian tampak berkelebat bayangan dan bagaikan seekor burung besar, di atas panggung itu muncul seorang laki-laki tua yang meloncat turun seperti burung terbang cepatnya.

Ketika semua orang memperhatikan, terdengar suara ketawa di sana-sini. Laki-laki itu sudah tua, lebih tua sedikit daripada Suling Emas, tubuhnya kurus sekali, jenggotnya panjang, hidungnya mancung dan mulutnya membayangkan keangkuhan. Akan tetapi yang lucu adalah pakaiannya. Pakaian itu terlalu besar gedodoran akan tetapi di bagian dadanya jelas tersulam sebatang suling dengan latar belakang bulan purnama, persis seperti tanda gambar pada pakaian Suling Emas!

Bahkan Yu Siang Ki sendiri terheran-heran dan mendongkol menyaksikan pemalsuan yang mentertawakan ini. Orang ini bukan muncul seperti Suling Emas yang terkenal kegagahan dan ketampanannya, melainkan sebagai seorang badut! Betapapun juga, harus ia akui bahwa cara laki-laki tua ini datang benar amat mengagumkan, sesuai dengan ilmunya yang tinggi.

Kalau semua orang memperhatikan dan mentertawakan, adalah Suling Emas yang memandang dengan serius dan terkejut. Orang ini bukan semata-mata hendak memalsukan namanya, pikirnya. Pemalsuan yang dibuat untuk berolok-olok, memperolok Suling Emas karena orang ini jelas sengaja memakai pakaian yang kebesaran dan kedodoran seperti hendak memperlihatkan bahwa Suling Emas hanya seorang badut. Ia cepat menyambut dengan kedua tangan di depan dada, sambil memandang tajam ia bertanya.

“Benarkah yang saya hadapi ini adalah Suling Emas yang menantang Yu Kang Tianglo?”

Sambil bicara, Suling Emas sengaja hendak menguji lawannya, mengerahkan sin-kang pada kedua tangannya yang mendorong.

Orang itu balas menjura, menangkis dengan sin-kang pula, dan biarpun tubuh orang itu agak doyong ke belakang sedikit, namun Suling Emas harus mengakui bahwa tenaga sin-kang orang itu tidak lemah. Orang itu pun biar tahu bahwa lawannya benar bertenaga hebat, tidak kelihatan takut, bahkan tersenyum mengejek dan balas bertanya.

“Sebelum saya menjawab, saya hendak bertanya apakah yang saya hadapi ini benar-benar Yu Kang Tianglo yang gagah perkasa?”

Suling Emas tercengang, menduga-duga siapa gerangan orang ini. Ia merasa disindir dan menjadi tidak enak sekali. Bagaimana ia dapat menuduh orang palsu kalau ia sendiri juga palsu? Segera ia berkata lagi, suaranya tetap halus.

“Sepanjang ingatanku, diantara Yu Kang Tianglo dan Suling Emas terjalin persahabatan yang erat, bagaimana sekarang terjadi permusuhan? Apa kehendak yang tersembunyi di balik kelakuanmu, sobat?”

“Tidak salah!” Orang itu menjawab, matanya menentang tajam, “Memang dahulu terjalin persahabatan yang erat, akan tetapi persahabatan erat dapat putus kalau seorang diantara mereka berkhianat!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar