Ads

Rabu, 02 Oktober 2019

Mutiara Hitam Jilid 145

Suling Emas makin tidak enak. Pandang mata orang itu biarpun membayangkan kekerasan hati, namun menyinarkan keberanian dan kejujuran! Maka ia merasa tidak perlu pura-pura dan berkata.

“Sobat, terus terang saja, aku tidak mengenalmu. Tidak perlu memalsukan nama Suling Emas, lebih baik menggunakan nama sendiri. Ingat, Suling Emas masih hidup!”

Orang itu tertawa bergelak, suara ketawanya nyaring sekali, tanda bahwa lwee-kangnya sudah matang,

“Ha-ha-ha-ha! Alangkah lucunya! Memalsukan nama orang yang sudah mati saja ada orang berani lakukan, mengapa memalsukan nama orang yang masih hidup tidak berani? Sedikitnya, yang terakhir ini lebih jujur dan berani dari yang terdahulu!”

Merah Suling Emas. Ia merasa disindir-sindir. Apa hak orang ini menyindirnya kalau ia mengaku bernama Yu Kang Tianglo? Sedikitnya tidak merugikan Yu Kang Tianglo yang sudah mati, dan ia pun menyamar bukan dengan maksud buruk. Maka ia lalu maju selangkah dan berkata.

“Sobat, engkau Suling Emas palsu. Akulah Suling Emas!”

Kembali orang itu tertawa,
“Begitukah? Apakah engkau ini sebangsa bunglon bisa saja berganti-ganti nama seenaknya? Kemarin mengaku Yu Kang Tianglo kini mengaku Suling Emas? Ho-ho, tidak begitu mudah, sobat. Akulah Suling Emas!”

Suasana menjadi makin tegang dan diantara para pengemis Khong-sim Kai-pang sudah ada yang berteriak,

“Hantam saja Suling Emas palsu ini!”

“Enyahkan si badut!”

“Buka kedoknya!”

Suling Emas makin mendongkol,
“Hemm, kalau kau berkeras berarti engkau menghendaki kekerasan?”

“Terserah! Demi kebenaran, aku tidak takut kepadamu!”

“Baik! Majulah!” bentak Suling Emas.

Dua orang itu lalu bergerak maju. Suling Emas yang ingin mencoba kepandaian orang itu sudah menerjang dengan pukulan-pukulan berat. Namun orang itu ternyata lincah sekali, dapat mengelak cepat dan menangkis, bahkan balas menyerang!

Ternyata bahwa ilmu silat tangan kosong orang ini cukup lihai dan memiliki daya tahan yang kuat luar biasa sehingga kalau ia melanjutkan pertandingan tangan kosong itu tentu makan waktu yang lama. Apalagi kalau ia pikir bahwa tidak sekali-kali ia ingin mencelakakan orang ini sebelum ia mengetahui apa latar belakang perbuatannya yang aneh. Maka ia lalu mengirim pukulan sambil melangkah maju, ketika melihat betapa lawannya menerima pukulannya dengan jari terbuka itu dengan dorongan yang sama agaknya untuk mengadu tenaga, ia mengerahkan tenaga.

Dua telapak tangan bertemu keras sekali dan akibatnya...., tubuh keduanya terpental ke udara dan mencelat ke belakang! Hanya bedanya, kalau Suling Emas hanya berjungkir balik satu kali saja, lawannya berjungkir balik sampai tiga kali baru turun ke atas papan panggung!

Sorak-sorai tepuk tangan menyambut demonstrasi ini. Dalam penglihatan mereka yang kurang tinggi ilmunya, gerakan “Suling Emas” itu lebih indah karena sampai tiga kali berjungkir balik, akan tetapi dalam pandangan yang mengerti, kakek yang memalsu nama Suling Emas itu jelas kalah kuat tenaganya.

Kini mereka sudah berhadapan lagi. Suling Emas ingin menguji apakah pemalsuannya juga mempunyai suling, maka sekali tangannya bergerak, sebatang suling emas berkilauan berada di tangan kanannya.

“Ha-ha-ha-ha! Lucu sekali! Yu Kang Tianglo yang sudah mati kini hidup lagi dan senjatanya berubah menjadi suling emas! Sebaliknya Suling Emas yang sudah puluhan tahun tenggelam entah kemana kini muncul dengan tongkat di tangan!”

Berkata demikian, kakek itu mengeluarkan sebatang tongkat rotan kecil dari tangannya, dan langsung menyerang Suling Emas. Tongkat rotan kecil itu ketika digerakkan mengeluarkan bunyi melengking-lengking!






Melihat ini, Suling Emas dan Yu Siang Ki mengeluarkan seruan kaget. Suling Emas cepat menangkis dengan sulingnya dan ketika lawannya menerjang terus sampai belasan jurus secara bertubi-tubi, ia cepat mencelat ke belakang sambil berseru,

“Tahan dulu! Sobat, pernah apakah engkau dengan Yu Kang Tianglo almarhum?”

Orang itu memandang Suling Emas dengan mata melotot,
“Kau sudah tahu almarhum, kenapa masih tega memalsukan namanya? Suling Emas adalah seorang pendekar sakti yang dikagumi seluruh dunia kang-ouw, mengapa menjadi pengecut, menyembunyikan diri seperti penjahat dikejar, kemudian menyelinap bersembunyi di bawah nama Yu Kang Tianglo? Mengapa orang yang sudah mati diganggu, biarpun oleh sahabatnya sendiri? Seorang laki-laki sudah berani berbuat berani bertanggung jawab, tidak nanti melarikan diri daripada tanggung jawab. Yang tidak berani mengakui semua perbuatannya, yang tidak berani menghadapi kenyataan pahit sebagai akibat perbuatannya, tidak patut disebut laki-laki! Hayo, kalau mau dilanjutkan aku akan melayani sampai mati!”

Suling Emas seperti ditusuk jantungnya. Ia memejamkan mata menahan keperihan hati. Kata-kata tadi amat menusuk perasaannya karena tepat sekali menyindir keadaannya. Puluhan tahun menyembunyikan diri, melarikan diri dari Ratu Yalina, dari musuh-musuh mendiang ibunya. Kemudian ia melihat akibat perbuatannya dengan terlahirnya Kiang Liong, terlahirnya Talibu dan Kwi Lan. Akan tetapi ia tetap masih menyembunyikan semua itu, dengan dalih menjaga nama baik mereka! Ah, lebih tepat menjaga nama baiknya sendiri. Ia memang pengecut selama ini!

“Sudahlah!!” katanya dengan keluhan berat dengan dua titik air mata membasahi matanya dan sekali renggut robeklah jubah pengemis dan tampak pakaian aslinya, pakaian Suling Emas! “Akulah Suling Emas dan memang aku pernah mempergunakan nama mendiang sahabat Yu Kang Tianglo! Akan tetapi hal ini tidak menyinggung siapapun juga. Siapakah engkau ini yang mencampuri urusanku?”

“Tidak menyinggung orang lain akan tetapi menyinggung aku, Suling Emas!” kata kakek itu sambil merobek pula jubah “Suling Emas”nya dan ternyata ia berpakaian ringkas sederhana, “Namaku adalah Ong Toan Liong dan aku suheng dari Yu Kang Tianglo! Ketika engkau menyamar sebagai Yu Kang Tianglo, aku besusah payah membantu Kauw Bian Cinjin membalaskan kehancuran Beng-kauw! Dan engkau enak-enak saja mempermainkan kaum pengemis dengan penyamaranmu”.

Suling Emas tertegun dan pada saat itu, Yu Siang Ki melompat naik ke atas papan panggung, langsung berlutut di depan kakek itu sambil berseru,

“Ong supek (Uwa Seperguruan Ong)....! Mendiang Ayah banyak bercerita tentang Supek.... kenapa baru sekarang Supek memperkenalkan diri?”

Ong Toan Liong atau yang terkenal dengan julukan Hui-to-ong (Raja Golok Terbang) mengelus kepala dan pundak murid keponakannya,

“Aku sudah tua dan tadinya ingin mengaso di pegunungan. Siapa tahu timbul urusan kehancuran Beng-kauw dan urusanmu disini. Ayahmu dulu sering menyatakan kepadaku bahwa ia ingin sekali melihat puteranya menjadi seorang gagah, akan tetapi tidak perlu melanjutkan hidup sebagai pengemis. Siapa kira, Suling Emas yang kukagumi malah menjadi gara-gara kau diangkat menjadi pangcu.”

Suling Emas berdiri melamun dengan hati duka. Pada saat itu, diantara para penonton meloncat naik seorang pemuda yang langsung berlutut di depan Suling Emas sambil berseru,

“Suhu....!”

Suling Emas memandang dan ketika mengenal bahwa pemuda ini adalah Kiang Liong hatinya seperti diremas dan kembali dua titik air mata meloncat keluar ke atas pipinya,

“Liong-ji...., (Anak Liong....), mengapa kau menyusulku....?”

Kiang Liong melangkah heran. Baru kali ini suhunya memanggilnya Liong-ji dengan suara menggetar seperti itu. Tidak biasanya gurunya memperlihatkan kelemahan. Alangkah herannya ketika ia merasa kepalanya dielus-elus dan dibelai, dan lebih terkejut lagi melihat dua titik air mata di atas pipi gurunya.

Kiang Liong memang sedang bingung dan berduka karena ia menjadi orang buruan pemerintah. Maka kini dielus-elus dan melihat gurunya terharu, ia pun tak dapat menahan hatinya dan betapapun ia menggigit bibir, tetap saja air matanya jatuh berderai.

“Suhu.... Suhu.... teecu...., ahhh....“

Barulah Suling Emas terkejut dan sadar akan keadaannya. Tentu telah terjadi peristiwa yang amat hebat maka muridnya yang biasanya tenang ini sampai menangis. Ia cepat membalikkan tubuh menjura ke arah Ong Toan Liong dan berkata.

“Cukuplah, Ong-twako. Maafkan semua kesalahanku dan selamat berpisah. Siang Ki, kau turutlah semua petunjuk supekmu. Hayo Liong ji, kita pergi!”

Ia menarik tangan Kiang Liong dan mereka berdua meloncat jauh dan lenyap dalam sekejap mata.

Sepeninggalan Suling Emas dan muridnya, Yu Siang Ki lalu membubarkan pertemuan, kemudian ia mempersilakan supeknya masuk ke dalam. Disitu supek dan murid keponakan itu menceritakan pengalaman masing-masing. Akhirnya atas permintaan Siang Ki, sesuai pula dengan keinginan ayahnya agar ia tidak menuntut penghidupan pengemis. Siang Ki mohon kepada supeknya agar sudi membimbing Khong-sim Kai-pang karena ia sendiri ingin merantau memperluas pengetahuannya.

Ong Toan Liong yang tahu pula bahwa kedudukan kaum kai-pang terancam oleh kaum sesat, menyanggupi, maka secara resmi Ong Toan Liong diangkat menjadi Ketua Khong-sim Kai-pang. Beberapa hari kemudian Yu Siang Ki lalu pergi merantau, tentu saja tujuan pertama perjalanannya adalah menyusul Song Goat, tunangannya!

Adapun Suling Emas membawa muridnya keluar kota. Di tempat sunyi jauh di luar kota, mereka berhenti, duduk di pinggir jalan dan Kiang Liong lalu menceritakan pengalamannya, semenjak ia mengejar Suma Kiat sampai ia hampir ditangkap oleh pasukan kota raja.

“Tidak sekali-kali teecu hendak memberontak terhadap perintah Kaisar, Suhu. Akan tetapi Mutiara Hitam mengamuk dan merobohkan para perajurit, kemudian memaksa teecu untuk melarikan diri. Teecu bingung dan terpaksa lari, lalu teecu mencari Suhu untuk mohon pertimbangan. Teecu dianggap pemberontak dan tidak mentaati Kaisar. Kalau memang Suhu memutuskan bahwa teecu harus menyerahkan diri, sekarang juga teecu akan berangkat ke kota raja.”

Suling Emas termenung. Kemudian dengan suara berat ia berkata,
“Kiang Liong, sebelum aku bicara tentang hal itu, lebih dulu kau bersiaplah menerima pembukaan rahasia besar hidupmu. Liong-ji, ketahuilah, Nak, bahwa engkau ini sebenarnya adalah puteraku sendiri.”

“Suhu....!”

Wajah Kiang Liong menjadi pucat sekali ketika ia menengadah dan menatap wajah gurunya.

Suling Emas tersenyum. Kini hatinya bebas tidak terdapat ganjalan seperti biasanya kalau ia berhadapan dengan puteranya ini. Ong Toan Liong memang betul. Orang tidak perlu bersembunyi dari kenyataan, baik manis maupun pahit. Orang tidak bisa lari daripada pertanggungan-jawab perbuatannya. Sudah berani berbuat harus berani menanggung risiko, betapapun beratnya. Setelah dihadapi kenyataannya malah tidak seberat kalau dijadikan ganjalan hati.

“Bukan suhu, melainkan ayah, Anakku. Dengarlah baik-baik dan engkau tidak perlu tersinggung atau malu karena cinta kasih antara ibumu dan aku dahulu adalah cinta kasih yang murni, yang diputuskan orang karena paksa. Dahulu sebelum menikah dengan ayahmu, ibumu dan aku saling mencinta....“

Suling Emas lalu menceritakan semua pengalamannya dengan Suma Ceng, ibu Kiang Liong (dalam cerita Cinta Bernoda Darah).

“Demikianlah, cinta kasih antara kami direnggut. Kami dipisahkan dengan paksa, sedangkan ibumu telah mengandung engkau, Anakku. Hanya untuk menjaga nama baik keluarga ayah bundamu, maka engkau diberi she Kiang seperti ayahmu. Padahal engkau adalah puteraku, dan hal ini agaknya diketahui pula oleh ayahmu maka dia membiarkan engkau menjadi muridku.”

Makin lama mendengar cerita Suling Emas, makin pucat wajah Kiang Liong, dan akhirnya ia menubruk kaki Suling Emas sambil mengeluh

“Ayahhh....”

“Liong-ji, anakku. Mulai sekarang, kita tidak perlu berpura-pura, tidak perlu bersembunyi, kau sebut ayah padaku, jangan suhu. Aku sudah bosan untuk berpura-pura bersih. Kita tidak perlu berpaling lagi dari kenyataan.”

“Ayah...., kiranya Ayah demikian menderita oleh asmara. Ah, semoga saja tidak menurun kepadaku, Ayah.”

Merah wajah Suling Emas. Ah, Anakku engkau tidak tahu, aku belum bercerita tentang Ratu Yalina! Akan tetapi ia menekan perasaannya dan berkata,

“Ada terjadi apakah, Liong-ji?”

“Ayah, terus terang saja, setelah mengetahui bahwa engkau adalah ayahku, dan karena Kaisar menganggap aku pemberontak, aku segan kembali ke kota raja. Aku.... aku.... mohon Ayah sudi melamarkan....“

“Ah, engkau mempunyai pilihan hati? Semoga engkau bahagia, tidak seperti ayahmu. Siapakah gadis itu, Liong-ji? Tentu Ayah akan melamarkan untukmu, karena engkau sudah cukup dewasa.”

“Dia bukan orang lain, masih anak keponakan Ayah sendiri, yaitu Mutiara Hitam.” kata Kiang Liong sambil menundukkan muka.

Dan untung bagi Suling Emas bahwa pada saat itu Kiang Liong menundukkan muka, kalau tidak tentu akan melihat betapa wajahnya menjadi pucat sekali dan matanya terbelalak lebar. Harus diakui bahwa Suling Emas adalah seorang pendekar besar yang sudah menguasai perasaan hatinya, tenang dalam segala hal, bahkan dalam menghadapi bahaya maut sekalipun.

Akan tetapi, mendengar betapa puteranya jatuh cinta dan minta dilamarkan puterinya, ia hampir pingsan! Timbul penyesalan yang amat besar di hatinya, semua ini terjadi sebagai tamparan bagi mukanya, tamparan yang keluar dari mulut Ong Toan Liong. Mengingatkan ia akan semua peristiwa dahulu, semua perbuatannya, karena hal-hal ini timbul sebagai akibat daripada perbuatannya dahulu.

Akan tetapi mengakui sekarang di depan Kiang Liong bahwa pemuda ini melamar adik sendiri? Ah, ia tidak tega. Ia sendiri mengakui semua perbuatannya, bersedia memetik buah tanamannya sendiri, namun mengingat puteranya, ia tidak sampai hati. Dengan suara halus ia berkata.

“Liong-ji, kau tidak usah kembali ke kota raja. Dan tentang perjodohan, marilah kau ikut bersamaku ke Khitan.”

Hanya sekian Suling Emas berkata, tidak sanggup bicara panjang karena khawatir kalau-kalau lidahnya tak kuasa membendung pertahanan hatinya.

**** 145 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar