Ads

Jumat, 01 November 2019

Istana Pulau Es Jilid 098

Kita tinggalkan dulu dua pasukan yang sudah sama-sama bersiap untuk saling serbu itu dan marilah kita mengikuti perjalanan dan pengalaman Suma Hoat yang sudah lama kita tinggalkan.

Di dalam hati orang muda yang tampan wajahnya dan tegap tubuhnya, seorang pria muda yang memiliki segala-galanya untuk dengan mudah menjatuhkan hati setiap orang wanita ini terdapat watak-watak yang saling bertentangan. Mungkin sekali seandainya tidak ada pukulan batin karena asmara yang telah menghancurkan hatinya, yaitu ketika dia mengalami kegagalan dalam asmaranya dengan Ciok Kim Hwa, bahkan melihat kekasihnya membunuh diri, perkembangan dalam watak Suma Hoat akan menjadi lain sekali.

Mungkin dia hanya akan menjadi seorang yang memiliki nafsu berahi besar dan seorang pria yang tidak akan melewatkan setiap kesempatan untuk bercinta dengan setiap orang wanita cantik yang suka melayaninya. Dan memang watak seperti ini telah ia perlihatkan sebelum ia bertemu dengan mendiang Ciok Kim Hwa. Akan tetapi kegagalan cintanya dengan Kim Hwa, ditambah lagi sikap ayahnya yang mengusirnya setelah ia melayani rayuan ibu tirinya membentuk watak yang mengerikan dalam hati pemuda tampan ini.

Dalam urusan lain, Suma Hoat memiliki watak pendekar, menentang kejahatan dan membela yang lemah tertindas. Akan tetapi, sekali berhadapan dengan wanita cantik, lenyaplah semua kependekarannya dan dia berubah menjadi iblis yang amat ganas! Dengan senyum di bibir dia dapat melihat wanita cantik yang menolak cintanya mati di tangannya, seolah-olah darah yang mengalir dari tubuh wanita yang dibunuhnya mendatangkan rasa panas dan meredakan nafsunya, sama dengan kalau wanita itu suka melayani cintanya!

Dan dia akan tertawa terbahak-bahak kalau melihat wanita yang telah menjadi korbannya itu benar-benar jatuh cinta kepadanya, menangis dan berlutut memohon agar jangan ditinggalkan. Dia merasa senang sekali meninggalkan wanita itu menangis, bahkan dia sering kali mengintai untuk melihat gadis-gadis yang patah hati dan tercemar nama dan kehormatannya itu menggantung diri, minum racun, atau menusuk perut dengan gunting untuk membunuh diri.

Kekejaman yang melebihi iblis inilah yang membuat ia di juluki Jai-hwa-sian! Suma Hoat merantau sampai jauh ke barat, ke utara dan selatan. Dia sendiri tidak sadar bahwa hidupnya sudah tidak normal lagi, bahwa dia sebetulnya menderita penyakit!

Penyakit jiwa yang timbul karena pengalaman-pengalamannya dengan wanita yang menekan batinnya! Kepatahan hatinya karena cintanya putus, cinta murni yang pertama kali menyentuh hatinya bersama Ciok Kim Hwa, kemudian pengalamannya yang ke dua bersama Bu Ci Goat selir ayahnya, mendatangkan rasa kebencian hebat kepada kaum wanita!

Dia sendiri tidak tahu bahwa perbuatan-perbuatannya yang keji, yang membuat dia dijuluki Jai-hwa-sian, yang sepintas lalu akan dianggap orang sebagai perbuatan yang semata-mata terdorong oleh nafsu berahinya yang tidak lumrah, sebenarnya adalah perbuatan yang terdorong oleh dendam dan benci!

Dia memperkosa wanita, menyakitkan hati mereka, membiarkan mereka patah hati dan membunuh diri, bahkan adakalanya dia membunuh mereka, adalah karena bencinya kepada kaum wanita yang dia anggap semua mempunyai cinta palsu! Ciok Kim Hwa yang telah membunuh diri itu pun telah mengecewakan hatinya, maka dia girang melihat wanita-wanita cantik membunuh diri karena telah diperkosanya dan ditinggalkannya!

Pada waktu Suma Hoat merantau ke barat ia mempelajari banyak ilmu silat yang tinggi dan aneh-aneh sehingga dibandingkan dengan dulu ketika ia meninggalkan ayahnya, tingkat kepandaiannya sudah memperoleh kemajuan jauh sekali. Bahkan di antara ilmu yang aneh-aneh itu dia mempelajari pula ilmunya orang India menaklukkan ular dengan suling mempelajari pula penggunaan obat-obat dan racun-racun dari sari-sari kembang dan daun untuk membius wanita dan untuk membuat korbannya mabok dan bangkit gairah berahinya.

Pendeknya, Suma Hoat yang telah berjuluk Jai-hwa-sian ini mempelajari banyak macam ilmu yang dianggap bermanfaat baginya, yaitu ilmu silat dan ilmu yang ada hubungannya dengan kesukaannya mengganggu wanita. Bahkan dari seorang wanita India tukang sihir yang selain menjadi gurunya juga menjadi kekasihnya, dia mempelajari cara-cara untuk merayu dan menjatuhkan hati wanita!

Maka ketika ia kembali dari perantauannya ke barat, Suma Hoat telah berubah menjadi seorang pria tampan yang sudah matang, lengkap dengan syarat-syarat sebagai Jai-hwa-sian, seorang "play boy" besar yang tiada tandingannya.

Pandang mata Suma Hoat amatlah tajamnya terhadap wanita. Biarpun dari jarak jauh, dia dapat menentukan berapa usia seorang wanita, cantik tidaknya, apa keistimewaan, dan cacad celanya hanya dengan melihat dari belakang saja! Demikianlah, ketika pada suatu pagi ia memasuki kota Jit-bun dan melewati sebuah restoran, ia segera melihat dua orang wanita yang amat menarik perhatiannya.






Perutnya memang lapar dan dia sedang memilih-milih restoran. Agaknya belum tentu ia akan memasuki restoran itu kalau saja matanya yang awas tidak melihat dua orang wanita yang sedang duduk menghadap meja di restoran yang masih sunyi itu. Sekerling pandang saja ia sudah tertarik sekali melihat dua orang wanita itu yang ia tahu adalah dua orang gadis cantik yang masih muda dan bertubuh kuat sebagai ahli-ahli silat tingkat tinggi!

Suma Hoat memasuki restoran itu dan sengaja duduk di meja yang menghadap ke arah dua orang gadis itu sehingga dia dapat memandang dan memperhatikan mereka dengan leluasa. Hatinya makin tertarik. Hemm dua orang gadis kang-ouw, pikirnya.

Pedang mereka diletakkan di atas meja dan dari cara mereka duduk demikian tegak menunjukkan bahwa dua orang gadis itu sudah memiliki kepandaian yang lumayan. Ia makin tertarik ketika mendapat kenyataan betapa kedua orang gadis itu memiliki daya tarik yang berbeda.

Yang seorang, kira-kira berusia dua puluh tahun, berwajah bundar seperti bulan purnama, pandang matanya tenang dan dalam, sikapnya pendiam, membayangkan kecantikan lautan di kala senja diterangi matahari senja yang merah, begitu indah mempesona dan menerangkan hati. Gadis ini berpakaian biru, rambutnya yang gemuk dan hitam dibelah dua dan diikat di kanan kiri belakang kedua telinganya. Ibarat bunga, gadis ini adalah bunga teratai yang tenang dan tegak mengambang di atas air telaga menenangkan hati siapa yang memandang, indah tidak membosankan.

Adapun gadis ke dua paling tinggi berusia delapan belas tahun, sifatnya menjadi lawan gadis pertama. Gadis ini pakaiannya merah muda, wajahnya aga lonjong dengan dagu meruncing manis. Mulutnya yang kecil tersenyum-senyum, sepasang matanya yang bersinar-sinar dengan pandang mata tajam menyambar-nyambar seperti kilat, membayangkan kecantikan yang menimbulkan gairah menggelora, seperti kecantikan lautan di waktu terbakar matahari pagi yang mulai memanas dan ombak-ombak mulai menggelora membuih di pantai.

Rambutnya digelung tinggi ke atas sehingga wajahnya tampak sepenuhnya, manis dan kedua telinganya memakai anting-anting yang menambah kemanisannya. Gadis itu lincah jenaka dan periang ibarat bunga dia adalah bunga mawar hitam yang liar berduri, namun harum semerbak dan kokoh kuat di atas tangkainya, tidak takut serangan angin dan hujan!

Sukarlah bagi Suma Hoat yang memandang mereka bergantian untuk mengatakan siapa diantara kedua orang gadis yang lebih menarik hatinya. Keduanya sama cantik jelita, sama manis dan sama kuat daya tariknya sungguhpun sifat mereka berlawanan.

Melihat seorang pemuda tampan dan gagah, memandang mereka penuh perhatian, gadis baju biru membuang muka dengan alis berkerut, akan tetapi gadis baju merah membalas pandang mata Suma Hoat dengan berani dan penuh tantangan sehingga terpaksa Suma Hoat memanggil pelayan karena dia tidak ingin gadis baju merah yang tentu berdarah panas itu memakinya. Pelayan datang dan ia segera memesan makanan dan minuman.

Kedua orang gadis itu saling berbisik, berbisik perlahan, akan tetapi diam-diam Suma Hoat tersenyum dalam hatinya karena biarpun bisikan itu tidak akan terdengar orang lain yang berdiri hanya satu meter jauhnya dari mereka, namun dapat terdengar olehnya yang duduk dalam jarak lima meter dari mereka. Tidak percuma dia memiliki sin-kang yang kuat dan bersusah payah melatih diri untuk mempertajam pendengarannya yang merupakan syarat utama bagi seorang ahli silat tinggi.

"Suci, kulihat orang ini bukan orang sembarangan, kalau bukan seorang pendekar yang berilmu tinggi tentu seorang penjahat yang berbahaya...." bisik gadis baju merah kepada gadis baju biru.

"Hemm, melihat pandangan matanya, dia bukan orang baik-baik, Sumoi. Kita harus waspada, dan kalau betul dia seorang penjahat, kita harus membasminya!" bisik Si Kakak Seperguruan.

Suma Hoat tertawa dalam hatinya, akan tetapi ia mengambil sikap seolah-olah tidak mendengar dan berteriak kepada pelayan,

"Hee, pelayan! Minta tambah araknya, aku suka sekali yang hangat dan manis!"

Ia lalu menoleh ke arah gadis baju merah yang kebetulan memandang kepadanya. Dua pasang mata bertemu dan gadis itu menjadi merah kedua pipinya, sedangkan gadis baju biru yang juga memandangnya membuang muka lagi.

Hati Suma Hoat makin tertarik. Kiranya kakak beradik seperguruan, pikirnya. Akan tetapi keduanya benar-benar menarik hatinya. Gadis baju merah itu membayangkan kehangatan dan kemanisan seperti arak yang diminumnya, sedangkan Si Baju Biru itu memperlihatkan sikap dingin dan tenang sikap yang akan lebih menggairahkan kalau sampai berhasil dia tundukkan. Dan dia pasti akan dapat menundukkan mereka. Pasti!

"Jangan pandang dia, Sumoi. Aku mengenal sinar mata laki-laki seperti itu! Baik dia pendekar maupun penjahat, yang jelas dia adalah laki-laki yang kurang ajar. Kita sedang melakukan tugas, dan Suhu berpesan agar kita tidak melibatkan diri dan membawa-bawa Siauw-lim-pai ke dalam permusuhan. Mari kita selesaikan makan dan melanjutkan perjalanan agar jangan kemalaman melewati Pegunungan Kwi-hwa-san."

"Baiklah, Suci."

Kedua orang gadis itu melanjutkan makan hidangan mereka yang dilayani oleh seorang pelayan. Mendengar bisikan itu, Suma Hoat tertarik. Kiranya dua orang murid Siauw-lim-pai! Dia harus berhati-hati. Siauw-lim-pai tidak boleh dibuat main-main! Namun, selama ini dia hanya mendapatkan gadis-gadis yang lemah, maka munculnya dua tangkai bunga harum di depan hidungnya yang ternyata adalah murid-murid Siauw-lim-pai yang gagah perkasa, telah mengusik nafsu berahinya.

"Setelah makan, kita mengambil bekal pakaian di hotel Nam-am kemudian membeli roti kering untuk bekal di perjalanan," kata pula gadis baju biru.

"Apakah tidak perlu membeli kuda, Suci?"

"Ahh, mana bisa kita begitu royal, Sumoi? Membeli kuda bukanlah hal yang murah. Pula, kalau kita menggunakan ilmu lari cepat tidak banyak bedanya dengan menunggang kuda."

"Akan tetapi tidak melelahkan, Su-ci...."

"Hemm, Sumoi. Dari mana engkau akan mendapatkan uang untuk membeli dua ekor kuda? Kalau bekal uang kita ditambah perhiasan ditukarkan kuda, habis bagaimana kita akan membeli makanan? Sudahlah, jangan rewel...."

Suma Hoat bangkit dari bangkunya, menghampiri pengurus restoran, berbisik-bisik dan mengeluarkan beberapa potong perak dari sakunya, kemudian pergi meninggalkan restoran, diikuti pandang mata dua orang murid perempuan Siauw-lim-pai akan tetapi Suma Hoat sendiri tidak pernah menengok.

"Agaknya engkau salah duga, Suci. Dia bukan orang jahat. Kelihatannya lebih pantas menjadi seorang pendekar, begitu halus gerak-geriknya seperti seorang pelajar, dan wajahnya...."

"Sumoi!"

Sumoinya tersenyum, akan tetapi kedua pipinya merah.
"Suci, kalau tidak salah tahun ini usiamu sudah dua puluh tahun, bukan? Dan aku sudah delapan belas tahun. Kita sudah dewasa dan selama bertahun-tahun kita selalu tekun mempelajari ilmu silat. Salahkah kalau sebagai gadis-gadis dewasa, sekali-kali kita memandang dan memperhatikan seorang pemuda yang menarik hati? Betapapun juga, kelak kita tentu akan bertemu jodoh, Suci...."

"Hush! Sumoi, memalukan sekali bicaramu! Sungguh melanggar susila!"

Gadis baju merah menahan ketawa, menutup mulut dan memandang sucinya dengan mata berseri.

"Suci, maafkan kalau aku membantah. Gadis-gadis dewasa merasa tertarik dan membicarakan seorang pemuda yang gagah dan tampan, mengapa kau katakan melanggar susila? Kalau begitu pendapatmu, tentu akan terjadi makin banyak lagi peristiwa yang menyedihkan seperti dalam dongeng Sam Pek dan Eng Tai! Laki-laki boleh memilih jodoh, apakah kita kaum wanita hanya dijadikan budak belian, diberikan siapa saja di luar kehendak kita untuk menjadi isteri orang? Tidak, Suci. Kuanggap sudah wajar kalau kita pun tertarik kepada pria yang memenuhi selera hati kita dan...."

"Cukup, Sumoi! Agaknya kau tergila-gila kepada dia tadi, ya? Sungguh tak tahu malu!"

"Tergila-gila sih tidak, hanya aku mengatakan bahwa dia itu seorang pemuda yang gagah tampan dan halus gerak-geriknya...."

"Sudahlah. Mari kita pergi! Kalau terdengar orang, sungguh memalukan!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar