Ads

Minggu, 24 November 2019

Pendekar Bongkok Jilid 014

“Omitohud, bagus sekali! Sekarang Pek In Tosu unjuk gigi dan melawan kami!” kata Thay Ku Lama si muka codet sambil menyeringai mengejek. “Mengapa tadi pura-pura alim dan sama sekali tidak melakukan perlawanan?”

“Siancai....! Sudah puluhan tahun kami para pertapa mencoba untuk melenyapkan semua bentuk nafsu, dan kami pantang mempergunakan kekerasan. Akan tetapi, melihat betapa kalian hendak membunuh dua orang muda yang sama sekali tidak berdosa, bagaimana mungkin pinto mendiamkannya saja? Kalian telah menghajar dua orang bocah ini untuk kelancangan mereka, akan tetapi kenapa hendak kalian bunuh? Apakah kalian juga sudah siap untuk menentang Kun-lun-pai?”

“Pek In Tosu, semua orang tahu bahwa engkau adalah seorang diantara Himalaya Sam Lojin yang kabarnya memiliki ilmu kesaktian luar biasa. Akan tetapi jangan mengira kami Lima Harimau Tibet akan gentar menghadapimu. Nah, keluarkanlah kesaktianmu karena kami hendak membunuh engkau dan juga dua orang bocah ini!”

Kata Thay Ku Lama dan pendeta Lama yang mukanya codet dan perutnya gendut itu tiba-tiba memasang kuda-kuda yang aneh, yaitu seperti orang berjongkok, kedua lengan ditekuk dengan tangan membentuk cakar, telentang di kanan kiri dada, dan perutnya yang gendut itu makin lama semakin menggembung ketika dia menyedot napas sebanyaknya sampai keluar suara angin berdesis. Lalu dari dalam perutnya terdengar suara “kok-kok!” dan kedua tangan yang tadinya telentang itu kini menelungkup perlahan-lahan, seluruh tubuhnya tergetar dan seluruh syarafnya menegang karena dia siap melancarkan pukulan maut yang amat dahsyat.

Agaknya, menghadapi seorang diantara Himalaya Sam Lojin, Lama yang mukanya codet dan perutnya gendut ini hendak mengeluarkan ilmu simpanannya agar dengan sekali pukul atau sekali serang dia sudah akan mampu merobohkan lawannya yang dia duga tentu lihai sekali.

Diam-diam Pek In Tosu terkejut. Dia sudah pernah mendengar akan ilmu yang kini diperlihatkan lawannya itu. Itu adalah sejenis pukulan jarak jauh yang mengandalkan sin-kang dan khi-kang, yang dinamakan Hek-in Tai-hong-ciang (Tangan Sakti Awan Hitam dan Badai). Dari perut gendut yang menggembung itulah datangnya dorongan tenaga sakti yang amat ampuh. Maklum bahwa lawan telah mengeluarkan ilmu simpanannya, siap menyerangnya, Pek In Tosu berkata lembut.

“Siancai...., pinto melanggar pantangan, semoga mendapat pengampunan....!”

Dan kakek inipun menggerakkan kedua lengannya, diputar seperti membentuk bulatan-bulatan yang saling dorong, tubuhnya makin direndahkan dan kedua kakinya dipentang lebar, lalu kedua tangannya berhenti bergerak, saling bertemu di depan dada seperti menyembah dan diapun sudah siap menanti serangan dahsyat dari lawannya.

Bunyi kok-kok-kok dari perut Thay Ku Lama semakin keras dan semakin cepat dan dari kedua telapak tangannya mengepul uap hitam! Telapak tangan itupun berubah kehitaman. Sungguh dahsyat bukan main ilmu ini, dahsyat dan amat berbahaya bagi lawan.

Pek In Tosu melihat ini semua, namun dia masih tetap tenang saja, bukan tenang memandang rendah, melainkan tenang menghadapi apapun yang terjadi dan yang akan menimpa dirinya.

Tiba-tiba Thay Ku Lama yang membuat kuda-kuda seperti seekor katak itu, menerjang dan tubuhnya meloncat ke atas depan, bunyi kok-kok semakin keras dan tiba-tiba ada angin besar sekali menyambar ke arah Pek In Tosu dan angin keras itu membawa tenaga pukulan dahsyat dan uap hitam!

Bakan main dahsyatnya serangan ini. Angin itu saja mengandung tenaga sakti yang amat kuat dan mampu merobohkan lawan, asap hitam itupun mengandung racun yang berbahaya, apa lagi kalau tubuh lawan sampai tersentuh oleh kedua telapak tangan hitam itu.

Akan tetapi, tiba-tiba dari kedua telapak tangan Pek In Tosu keluar asap putih! Itulah ilmu kesaktian Pek In Sin-ciang (Tangan Sakti Awan Putih) yang menyambar ke depan, menyambut angin dan asap hitam dari pukulan lawan. Kaki kakek tua itu bergeser ke kiri dan kedua tangannya membuat gerakan memutar dari kiri, menangkis kedua tangan lawan yang digerakkan lurus ke depan seperti orang mendorong daun pintu.

“Plak! Plakk!”

Dua pasang tangan bertemu, dan akibatnya, tubuh gendut dari Thay Ku Lama terpelanting ke kiri.

Akan tetapi, kuda-kuda Pek In Tosu juga terguncang sehingga kakek itu terpaksa melangkah mundur tiga langkah untuk mengembalikan keseimbangan tubuhnya. Pada saat itu, dari arah kanan Thay Si Lama telah menyerangnya.






Lama bermuka bopeng ini juga lihai bukan main dan begitu menyerang, dia telah mengeluarkan ilmu simpanannya yaitu yang disebut Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti). Bukan saja kedua tangan itu membagi-bagi tamparan dan totokan maut, akan tetapi juga dari kedua telapak tangan itu keluar angin pukulan dahsyat yang mengeluarkan suara bercuitan, dan juga mengandung tenaga mujijat dari ilmu sihir yang membuat kedua tangan itu seolah-olah berubah menjadi puluhan banyaknya dan menyerang dari semua sudut!

Melihat ini, Pek In Tosu memuji dan berseru,
“Siancay....!”

Dilanjutkan dengan pembacaan mantram dan diapun tetap mempergunakan ilmu pukulan sakti Pek In Sin-ciang. Terjadilah pertandingan silat yang aneh dan seru. Semua sambaran tangan Thay Si Lama yang disertai hawa mujijat itu seperti tertolak mundur semua oleh awan putih yang keluar dari kedua telapak tangan Pek In Tosu. Bahkan kini asap atau awan putih semakin besar dan semakin tebal, mendesak Thay Si Lama yang mulai main mundur! Melihat ini, Thay Ku La-ma mengeluarkan suara kok-kok-kok lagi dan diapun membantu sutenya, mengeroyok Pek In Tosu!

Dikeroyok dua oleh dua orang Lama yang sakti itu, Pek In Tosu yang sudah tua sekali itu kelihatan terdesak! Sebetulnya dengan tenaga sin-kangnya yang setingkat lebih kuat, dan keringanan tubuhnya yang memudahkan dia untuk berkelebat menghindarkan diri dari pukulan-pukulan dahsyat kedua orang lawannya, Pek In Tosu tidak perlu terdesak.

Namun, usianya sudah tujuh puluh tahun dan tubuhnya sudah mulai lemah dimakan usia, juga selama puluhan tahun ini dia tidak pernah bertanding, maka tentu saja dia kewalahan dan akhirnya terdesak. Kedua orang lawannya, dua orang pendeta Lama yang usianya baru lima puluhan tahun itu, agaknya memang terlatih dan mereka seringkali berkelahi maka gerakan mereka lebih lincah dan juga daya tahan mereka lebih kuat.

Tiba-tiba Pek-sin Tosu berseru,
“Siancai....!” dan dia lalu duduk bersila di atas tanah!

Thay Ku Lama dan Thay Si Lama tertegun menahan gerakan mereka, terheran-heran melihat lawan mereka kini tiba-tiba duduk bersila dan memejamkan mata seperti orang bersamadhi, kedua telapak kaki telentang di atas paha, itulah duduk bersila dalam kedudukan Teratai yang kokoh kuat.

Mereka mengira bahwa kakek itu sudah kelelahan dan pasrah mati maka keduanya lalu saling pandang dan Thay Ku Lama menghantamkan tangan kanannya ke arah ubun-ubun kepala Pek In Tosu. Ilmu Hek-in Tai-hong-ciang hanya dapat dilakukan dalam keadaan berjongkok menyerang ke atas, ke arah lawan yang berdiri.

Kini lawannya duduk bersila, maka tentu saja dia tidak dapat menggunakan tenaga katak sakti itu! Dia menghantam dengan telapak tangan terbuka ke arah ubun-ubun kepala dan kalau mengenai sasaran, tak dapat diragukan lagi lawannya tentu akan tewas seketika! Pek In Tosu mengangkat tangan kirinya menangkis.

“Dukkk!” Tubuh Thay Ku Lama terpental!

Kiranya kakek tua renta itu duduk bersila bukan karena putus harapan dan menerima binasa, melainkan dia mengambil sikap bertahan dan melindungi tubuhnya secara yang paling istimewa dan paling kuat! Kedudukan seperti Teratai itu memang merupakan cara bersila yang paling kokoh kuat seperti piramida, dan seolah-olah kakek itu dapat menyedot hawa bumi yang membuat tubuhnya kuat sekali dan tangkisannya membuat lawan terpental!

Thay Si Lama menjadi penasaran dan diapun menyerang dari arah belakang. Akan tetapi, kembali Pek In Tosu menangkis, tangannya diangkat ke arah belakang dan begitu kedua tangan bertemu, tubuh Thay Si Lama terpental dan terhuyung!

Dua orang pendeta Lama itu menjadi semakin penasaran. Mereka adalah dua orang tokoh yang kenamaan, dua diantara Lima Harimau Tibet yang sudah amat terkenal. Sejak belasan tahun ini mereka adalah tulang punggung dari pemerintahan Dalai Lama. Merekalah yang menjaga kedaulatan dan kekuasaan Dalai Lama sehingga ditaati oleh jutaan orang manusia!

Selama ini, belum pernah Harimau Tibet bertemu tanding. Mustahil kalau kini, menghadpi seorang pertapa tua renta saja, mereka sampai tidak mampu merobohkan, padahal pertapa itu kini sama sekali tidak dapat membalas lagi, hanya duduk bersila sambil membela diri!

Namun, berkali-kali menyerang, baik bergantian maupun berbareng dan hasilnya sama saja. Setiap kali ditangkis, mereka terpental dan terhuyung, bahkan pernah hampir terjengkang. Agaknya, makin keras mereka mempergunakan tenaga, semakin kuat pula tolakan Pek In Tosu yang menangkis mereka.

Keduanya saling pandang, memberi isarat dengan kedipan mata dan tiba-tiba merekapun menghentikan serangan mereka dan berdiri di depan dan belakang Pek In Tosu dalam jarak kurang lebih tiga meter. Kemudian, mulailah mereka berjalan mengitari kakek yang duduk bersila itu dan keduanya mulai mengeluarkan lagu-lagu pujaan atau nyanyian yang biasanya mereka nyanyikan di dalam kuil mereka untuk memuja para dewa.

Akan tetapi, lagu yang mereka nyanyikan ini lain lagi, ada hubungannya dengan ilmu sihir dan nyanyian ini bukan untuk memuja para dewa saja, melainkan juga untuk mengundang setan dan meminjam kekuasaan setan untuk mengalahkan musuh!

Suara nyanyian itu aneh dan menyeramkan. Suara Thay Ku Lama parau dan besar, dan kadang-kadang di dalam suaranya ada selingan suara kok-kok-kok seperti kalau dia mengerahkan ilmu Hek-in Tai-hong-ciang, sedangkan suara Thay Si Lama yang bermuka bopeng itu tinggi mencicit seperti suara seekor tikus yang terjepit.

Suara nyanyian itu bukan suara sembarangan, melainkan dikeluarkan dengan tenaga khi-kang dan sihir, suara itu makin lama semakin menggetar dan berirama, dan dua orang pendeta Lama itu bernyanyi sambil melangkah mengelilingi tubuh Pek In Tosu dan kini kepala mereka menggeleng-geleng menurutkan irama lagu mereka! Aneh memang! Makin lama, nyanyian mereka itu seolah-olah terseret oleh gelombang suara nyanyian mereka.

Mula-mula, tubuh Pek In Tosu gemetar, kemudian dari kepalanya keluar uap putih tipis yang membubung ke atas. Itulah tandanya bahwa dia sedang berjuang mati-matian untuk melawan pengaruh hebat dari nyanyian itu!

Pek In Tosu bukanlah seorang yang lemah batinnya. Sebaliknya, karena hasil samadhi yang berpuluh tahun, dia memiliki batin yang amat kuat dan tidak mudah dia dipengaruhi kekuatan apapun dari luar. Namun, diserang oleh kekuatan suara itu, dia harus mengerahkan seluruh tenaga batinnya untuk tidak terpengaruh. Suara itu tetap saja terdengar biarpun dia berusaha mematikan pendengarannya, seolah-olah suara itu mempunyai kekuatan gaib untuk menembus dirinya tanpa melalui alat pendengaran!

Dan getaran yang disebabkan suara itu membuat tubuhnya gemetar. Diapun lalu melawan, mengerahkan khi-kang dan dari kepalanya keluar uap putih yang makin lama semakin menebal. Akan tetapi, pertahanannya agaknya goyah karena perlahan-lahan akan tetapi pasti, kepala Pek In Tosu mulai bergoyang-goyang perlahan-lahan! Makin lama, goyangan kepala Pek In Tosu semakin nyata dan mengarah geleng-geleng kepala seperti yang dilakukan oleh dua orang penyerangnya!

Keadaan kakek tua renta itu kini gawat sekali. Ilmu yang dilakukan oleh dua orang itu adalah semacam ilmu I-hu-to-hoat (hypnotism) melalui pengaruh suara yang mengandung sihir. Kalau Pek In Tosu sudah benar-benar mengikuti irama nyanyian itu berarti dia sudah kena dicengkeram dan tentu dia akan mudah dirobohkan dan dibunuh karena semangatnya seolah-olah sudah di dalam cengkeraman kekuasaan dua orang pendeta Lama itu!

Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan nyawa Pek In Tosu itu, tiba-tiba didalam kesunyian tempat yang amat sepi itu terdengar suara yang memecahkan kesunyian. Tadinya hanya suara nyanyian aneh kedua orang pendeta Lama itu yang terdengar, dengan irama yang semakin mantap.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara tak-tok-tak-tok yang nyaring, suara bambu dipukul-pukulkan pada batu! Suara inipun nyaring sekali, tidak kalah oleh nyaringnya suara nyanyian, dan berirama pula, akan tetapi iramanya sama sekali tidak serasi dengan irama nyanyian dua orang pendeta Lama! Bahkan sebaliknya, irama tak-tok-tak-tok itu menjadi lawan dan menjadi kebalikannya dan tentu saja kini terdengar suara yang kacau balau karena irama nyanyian itu bertabrakan dengan irama bambu yang dipukul-pukul batu. Siapakah yang memukuli batu dengan bambu itu?

Tak jauh dari situ nampak seorang anak laki-laki yang menggunakan sepotong bambu memukuli batu besar di depannya. Irama pukulan bambu itu bertolak belakang dengan irama nyanyian dua orang pendeta Lama, maka tentu saja hal ini mengganggu konsentrasi, bahkan mengacaukan “paduan suara” antara mereka.

Dua orang pendeta Lama itu terkejut dan marah, dan mereka cepat-cepat menyesuaikan irama nyanyian mereka dengan ketukan irama bambu, karena kalau irama mereka bersatu, maka kekuatan daya serangan dari suara mereka akan menjadi semakin mantap dan besar. Seperti orang bernyanyi yang diiringi musik, akan menjadi semakin enak didengar dan menghanyutkan.




Pendekar Bongkok Jilid 013
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar