Ads

Sabtu, 23 November 2019

Pendekar Bongkok Jilid 005

Selama lima tahun, Yau Sun Kok menghamburkan semua hartanya yang dikumpulkan dari hasil merampok bersama isterinya, termasuk harta bawaan isterinya, untuk belajar ilmu silat. Bermacam guru ditemuinya dan diapun berhasil mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi, dan mendapatkan sebatang pedang pusaka yang disebut Pek-lian-kiam (Pedang Teratai Putih) karena di badan pedang itu terdapat ukiran setangkai bunga teratai putih dan pedang itu sendiri terbuat dari baja putih sehingga kalau dimainkan menjadi gulungan sinar putih yang menyilaukan mata.

Setelah merasa cukup memiliki ilmu silat yang boleh diandalkan, Yauw Sun Kok lalu pergi mencari musuh besarnya. Tidak sukar baginya untuk menemukan tempat tinggal Sie Kian atau Sie Kauwsu yang membuka perguruan silat bayaran di kota Tiong-cin itu.

Dia melakukan penyelidikan dan merasa girang melihat betapa rumah keluarga Sie berdiri terpencil dan para muridnya tinggal di luar perguruan. Setelah memperhitungkan masak-masak, dia lalu mengirim surat ancaman itu dengan mempergunakan senjata rahasia piauwnya dan akhirnya, dia berhasil membasmi keluarga Sie, dan melarikan dua orang anak musuh besarnya.

Sungguh di luar perhitungannya bahwa dia dapat jatuh cinta kepada Lan Hong, padahal dia bukanlah seorang yang mata keranjang dan mudah tergila-gila kepada wanita cantik. Mungkin karena ada persamaan atau kemiripan antara wajah Lien Hong dan mendiang isterinya, maka dia tertarik sekali.

Setelah berhasil menaklukan Lan Hong sehingga gadis remaja itu menyerahkan diri kepadanya, Yauw Sun Kok merasa gembira sekali. Dia maklum bahwa perbuatannya di Tiong-cin itu akan menimbulkan kegemparan, maka dia lalu melakukan perjalanan secepatnya menuju ke barat! Dia membawa Lan Song yang telah menjadi isterinya itu ke Sin-kiang bersama anak kecil itu.

Di sebuah kota kecil bernama Sung-jan, di perbatasan barat Propinsi Sin-kiang, Yauw Sun Kok telah memiliki sebuah rumah yang lumayan. Di sinilah tempat tinggalnya yang terakhir setelah menuntut ilmu. Dan di kota ini, namanya sudah mulai terkenal sebagai seorang yang lihai. Namanya mulai terkenal, karena dia mempunyai hubungan dengan banyak tokoh kang-ouw di daerah barat. Memang Sun Kok pandai mengambil hati orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi dan dengan kepandaiannya mengambil hati ini, dia dapat mempelajari banyak macam ilmu silat.

Setelah tiba di rumahnya, Sun Kok lalu merayakan pesta pernikahannya dengan Sie Lan Hong! Meriah juga pesta itu karena selain mengundang orang-orang terkemuka di kota Sung-jan, juga dia mengundang tokoh-tokoh kang-ouw di daerah barat yang menjadi kenalannya.

Suatu keanehan terjadi dalam hati Sie Lan Hong. Melihat sikap bekas musuh besar yang kini menjadi suaminya itu, sikap yang amat baik, penuh dengan kelembutan dan cinta kasih, penuh kemesraan dan kesabaran, sedikit demi sedikit lenyaplah kebencian di dalam hati dara remaja ini!

Apalagi melihat betapa Sun Kok bersungguh-sungguh memperisterinya, bukan sekedar main-main dan untuk mempermainkannya saja. Melihat betapa suaminya itu mengadakan pesta yang meriah untuk pengesahan pernikahan mereka, timbul perasaan suka di hati gadis ini.

Sun Kok yang berpengalaman itu memang pandai merayu, dan Lan Hong adalah seorang gadis yang usianya baru lima belas tahun, maka mudah saja dia terbuai dalam kemesraan dan kenikmatan kasih sayang suaminya. Perlahan-lahan, rasa benci dan dendam itu lenyap terganti perasaan cinta yang mesra!

Akan tetapi ada suatu hal yang menggelisahkan hati Yauw Sun Kok. Diapun kini sudah tidak mendendam lagi kepada keluarga Sie, dan cintanya terhadap Lan Hong yang sudah menjadi isterinya adalah cinta yang mendalam. Bahkan diapun tidak membenci Sie Liong, adik isterinya itu. Sebaliknya, dia juga memiliki perasaan sayang kepada anak itu, di samping perasaan iba mengingat betapa anak itu sudah tidak mempunyai ayah bunda lagi.

Akan tetapi, di samping perasaan sayang dan iba ini, ada semacam kegelisahan timbul dalam hatinya setiap kali dia memangku dan menimang Sie Liong. Dalam diri anak ini dia melihat ancaman bahaya besar! Kalau kelak Sie Liong sudah menjadi seorang dewasa, tentu dia akan mendengar akan kematian ayah ibunya di tangan kakak iparnya ini, dan tentu akan terjadi malapetaka!

Besar sekali kemungkinannya, Sie Liong kelak akan mencoba untuk membalas dendam! Dari pihak isterinya, dia tidak khawatir karena dia dapat merasakan kemesraan dan kasih sayang dari isterinya kepadanya. Akan tetapi anak ini?

Setahun kemudian, ketika Sie Liong sudah pandai berjalan, pada suatu hari Sun Kok mengajaknya ke kebun belakang. Sementara itu Lan Hong menyusui anaknya di dalam kamar. Satelah menikah setahun lamanya, Lan Hong melahirkan seorang anak perempuan yang mungil dan diberi nama Yauw Bi Sian.

Ketika itu, Bi Sian baru berusia satu bulan. Sun Kok mengajak Sie Liong ke kebun dan memang anak ini dekat sekali dengan dia. Sun Kok seringkali menimang dan memondongnya, seolah-olah adik isterinya itu anak kandungnya sendiri. Dan memang dia tidak berpura-pura. Ada rasa sayang dan iba kepada Sie Liong.






Akan tetapi, ketika dia membawa Sie Liong bermain-main di kebun belakang, kembali dia teringat akan bahaya yang mengangancam dari diri anak ini. Dia tahu bahwa Sie Liong memiliki tulang yang kuat dan darah yang bersih. Anak ini berbakat baik sekali untuk kelak menjadi seorang yang gagah perkasa. Kalau kelak anak ini menjadi seorang pandai, tentu keselamatan dirinya terancam! Wajah anak itu saja sudah mulai mengingatkan dia akan wajah Sie Kian yang dibunuhnya. Berbeda dari wajah isterinya yang mirip ibunya.

Kelak Sie Liong akan menjadi Sie Kian kedua yang mungkin saja akan membunuhnya untuk membalas dendam! Mulailah dia merasa menyesal mengapa dia membunuh dan membasmi keluarga Sie tanpa mengenal ampun. Pada hari ini dia insyaf, mendiang Sie Kian membunuh isterinya bukan karena benci atau dendam, melainkan dalam perkelahian yang wajar. Sie Kian sebagai seorang pendekar membela bangsawan yang dirampoknya, dan dalam perkelahian itu Sie Kian berhasil mengalahkan dia dan isterinya. Isterinya tewas dan dia terluka, juga Sie Kian terluka oleh senjata rahasia piauw-nya.

Bagaimanapun juga, anak ini merupakan ancaman bahaya besar. Betapa mudahnya melenyapkan ancaman baginya itu. Sekali menggerakkan tangannya, anak ini akan mati dan lenyaplah ancaman bahaya itu. Akan tetapi, dia teringat akan sumpahnya kepada isterinya. Dia telah bersumpah tidak akan membunuh anak ini, dan isterinya ternyata juga memegang teguh janjinya.

Isterinya itu kini menjadi seorang isteri yang mencinta, mesra dan bahkan telah melahirkan seorang anak keturunannya! Bagaimana mungkin dia melanggar sumpahnya? Isterinya benar. Bagaimanapun juga, dia masih memiliki harga diri dan dia tidak akan melanggar sumpahnya! Dan pula, bagaimana dia tega membunuh anak ini yang sudah disayangnya pula?

“Ci-hu (kakak ipar).... ci-hu.... tangkap.... tangkap....!”

Tiba-tiba Sie Liong berseru gembira sambil menunjuk ke arah seekor kupu-kupu kuning yang beterbangan di antara kembang-kembang yang tumbuh di kebun itu.

Yauw Sun Kok memandang anak itu. Dia tersenyum.
“Kau tangkaplah sendiri, Sie Liong! Engkau anak pandai, harus mampu menangkap sendiri kupu-kupu itu.”

Sie Liong dengan gembira berlari-lari mengejar kupu-kupu itu. Akan tetapi kupu-kupu itu terlampau gesit dan terbangnya terlampau tinggi bagi Sie Liong yang mengejar terus. Karena selalu melihat ke arah kupu-kupu di atas, ketika berlari-lari itu, tiba-tiba kaki Sie Liong tersandung batu besar dan diapun tergelincir dan terguling.

“Dukk!” ketika terjatuh itu, kepalanya membentur batu dan anak itupun pingsan!

Kepalanya yang kanan dekat pelipis mengeluarkan benjolan berdarah. Sun Kok terkejut dan cepat dia meloncat menghampiri dan memondong tubuh anak itu, lalu duduk di atas bangku dan memangkunya. Sie Liong telah pingsan. Ketika dia hendak menyadarkan anak itu dengan memijat belakang kepalanya, tiba-tiba menyelinap pikiran lain dalam benaknya.

Inilah kesempatan yang amat baik! Dia tidak akan membunuh anak ini akan tetapi dapat membuatnya menjadi cacat dan dengan cacatnya itu, kelak dia tidak akan dapat menjadi orang kuat dan terhindarlah dia dari ancaman balas dendam anak ini! Membuat dia cacat tidak berarti membunuhnya. Dia tldak melanggar sumpahnya, dan dalam keadaan pingsan begini, anak inipun tidak merasakan apa-apa! Dan dia akan mengusahakan agar tidak ada bekas-bekas penganiayaan, dan peristiwa jatuhnya anak ini kelak dapat menjadi alasan mengapa dia menjadi cacat!

Tanpa ragu lagi, Sun Kok menelungkupkan tubuh Sie Liong yang pingsan itu, membuka bajunya, kemudian dengan dua jari tangan kanannya, dia menotok dan memuntir tiga kali di punggung anak itu! Benar seperti dugaannya, anak yang pingsan itu tidak kelihatan kesakitan, padahal tiga kali totokan jari dan puntiran itu telah membuat tulang punggung itu retak dan jaringan syaraf dan ototnya menjadi hancur!

Sun Kok memondong kembali tubuh itu setelah membereskan pakaiannya, membawanya pulang ke rumah. Tanda biru menghitam pada punggung itu tentu tidak menimbulkan kecurigaan. Tak seorangpun akan menyangba bahwa tanda itu adalah tanda bekas totokan dan puntiran jari tangannya!

Melihat suaminya memasuki kamar memondong tubuh Sie Liong yang lemas seperti anak tidur, Lan Hong terkejut.

“Ah, ada apakah?” tanyanya, memandang wajah suaminya dengan khawatir.

“Dia mengejar kupu-kupu, tersanduag dan terjatuh, kepalanya terbanting ke atas batu dan dia pingsan,” katanya sambil merebahkan tubuh anak itu ke atas pembaringan.

Lan Hong sejenak memandang wajah suaminya, penuh dengan kecurigaan dan sepasang alisnya berkerut. Melihat isterinya memandangnya seperti itu, Sun Kok manghampiri dan merangkul isterinya.

“Isteriku yang baik, apakah sampai kini engkau belum juga percaya padaku? Ingat, aku takkan pernah melupakan sumpahku. Aku tidak akan membunuh Sie Liong! Aku sudah amat sayang padanya. Bagaimana kini engkau dapat memandang kepadaku dengan kecurigaan seperti itu?”

Lan Hong membalas rangkulan suaminya.
“Ah, maafkan aku....” dan iapun segera memeriksa keadaan Sie Liong.

Kelihatannya hanya kepala anak itu saja yang terluka, berdarah dan membenjol. Akan tetapi biarpun mereka berdua telah berusaha untuk membikin sadar, anak itu tetap saja pingsan. Hal ini membuat Lan Hong merasa khawatir sekali dan suaminya segera pergi mengundang seorang tabib yang terkenal pandai di kota Sung-jan itu. Tabib itu seorang peranakan Nepal dan memang dia pandai sekali dalam soal pengobatan.

Orang berkulit hitam dan tinggi kurus bersorban putih itu datang membawa keranjang obatnya, dan segera memeriksa Sie Liong. Tabib itu sudah lama mengenal Yauw Sun Kok yang dikenal di kota itu sebagai seorang ahli silat yang pandai disamping pekerjaannya sebagai seorang pedagang rempah-rempah yang cukup maju.

Mula-mula dia memeriksa keadaan kepala yang benjol itu, ditunggui dengan penuh kekhawatiran oleh Lan Hong yang memondong puterinya dan suaminya. Tabib itu mengangguk-angguk.

“Hanya luka di luar, tidak berbahaya dengan kepala ini. Hemm, kenapa dia belum juga siuman? Tentu ada luka lain. Biar kuperiksa tubuhnya.”

Dia lalu membuka pakaian anak itu, dibantu oleh Sun Kok. Ia sama sekali tidak merasa khawatir. Seorang tabib yang pandai seperti orang Nepal ini tentu akan dapat menemukan luka di punggung itu, akan tetapi tak mungkin akan tahu bahwa itu disebabkan oleh totokan jari tangan dan akan mengira bahwa punggung itupun terpukul benda keras.

Dugaannya memang benar. Setelah memeriksa seluruh tubuh, akhirnya tabib itu menemukan tanda menghitam di tulang pungung.

“Ahh, inilah yang menyebabkan dia pingsan terus! Punggungnya terluka, dan luka ini lebih hebat dari pada luka di kepalanya!”

Dia memeriksa dengan teliti, lalu mengerutkan alisnya, manggeleng-geleng kepalanya dan menarik napas panjang.

“Bagaimanakah keadaannya, Sin-she (Tabib)?” tanya Lan Hong khawatir melihat muka orang Nepal itu.

“Tidak baik.... sungguh tidak baik....! Luka di punggung ini hebat sekali. Agaknya tulang punggung ini retak, dan otot-ototnya juga terluka parah....”

“Aihh! Bagaimana hal itu dapat terjadi? Dan.... dan.... apakah dia dapat disembuhkan, Sin-she?” tanya pula Lan Hong sambil memandang suaminya.

Sun Kok mengangguk-angguk.
“Aku hanya melihat ada batu besar di bawahnya ketika dia jatuh. Karena yang nampak hanya kepalanya yang membenjol dan berdarah, kusangka hanya itu saja lukanya. Tentu punggungnya terbanting pada batu yang menonjol sehingga seperti terpukul.”

Tabib itu mengangguk-angguk.
“Agaknya begitulah. Akan tetapi jangan khawatir, dia masih kecil sehingga luka parah itu tidak akan merenggut nyawanya, walaupun aku khawatir sekali....”

Melihat tabib itu nampak ragu, Lan Hong bertanya cemas,
“Khawatir apa, Sin-she? Katakanlah, apa yang akan terjadi dengan adikku?”




Pendekar Bongkok Jilid 004
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar