Ads

Kamis, 30 Januari 2020

Pendekar Bongkok Jilid 108

Penjaga yang diutus tadi sudah datang bersama seorang pendeta Lama yang kurus tinggi dan gerak-geriknya lembut. Usianya tentu sudah enam puluh tahun lebih, dan pandang matanya lembut, akan tetapi dahinya penuh kerut merut seperti biasa terdapat pada wajah orang yang banyak menderita tekanan batin.

“Camundi Lama, cepat engkau obati luka di lengannya yang buntung itu. Kami tidak ingin melihat dia cepat-cepat mati.”

Pendeta tua itu mengangguk tanpa menjawab, lalu menghampiri Sie Liong dan memeriksanya. Setelah memeriksa beberapa lamanya, dia menarik napas panjang.

“Dia kehilangan cukup banyak darah, dan detik jantungnya amat lemah. Dia membutuhkan perawatan yang cermat. Pinceng akan merawatnya, harap kamar ini dikosongkan dan buntungan lengan itu disingkirkan. Juga bekas-bekas darah dibersihkan.”

Kim Sim Lama mengangguk dan berkata kepada semua orang,
“Kita tinggalkan dia bersama Camundi Lama, tabib kita yang pandai.”

Dan kepada para penjaga dia memerintahkan agar membuang buntungan lengan dan membersihkan percikan darah. Lalu dengan sikap masih tak senang Kim Sim Lama meninggalkan kamar itu.

Pek Lan memberi isyarat kepada Bong Gan dan Bi Sian untuk kembali ke kamar mereka. Thai-yang Suhu juga kembali ke kamarnya sendiri. Akan tetapi Pek Lan ikut masuk ke dalam kamar Bong Gan dan Bi Sian.

Di dalam kamar yang disediakan untuk mereka berdua itu, Pek Lan diam-diam merasa geli. Di situ hanya ada sebuah saja tempat tidur, akan tetapi melihat betapa lantai kamar terdapat sebuah bantal, selimut dan buntalan pakaian Bong Gan, mengertilah ia bahwa Bi Sian memegang teguh pendiriannya, yaitu ia tidak sudi dijamah Bong Gan sebelum mereka menikah, yaitu setelah mereka berhasil menemukan Pendekar Bongkok.

“Adik Bong Gan, yang sudah terjadi tadi sudahlah. Akan tetapi lain kali harap engkau suka bertanya-tanya dulu sebelum melakukan sesuatu. Untung bahwa Kim Sim Lama tidak marah tadi. Kalau dia marah, siapapun tidak akan mampu melindungi keselamatan nyawamu lagi.”

Wajah Bong Gan menjadi kemerahan dan di dalam hatinya, dia marah dan penasaran karena dipandang rendah. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani menyatakan kemarahannya, apalagi karena sejak tadi Bi Sian juga menghindarkan pertemuan pandang mata dengannya dan alis gadis itu selalu berkerut tanda bahwa hatinya tidak senang.

“Demikian lihaikah Kim Sim Lama itu?” dia bertanya, seolah-olah hendak membalas dan memandang rendah.

Pek Lan tersenyum memandang pemuda yang sejak masih remaja pernah menjadi kekasihnya itu.

“Aihh, adik Bong Gan. Engkau tidak tahu siapa losuhu Kim Sim Lama! Dia pernah menjadi orang ke dua di seluruh Tibet! Dan tentang kelihaiannya? Hemmm, biarpun kalian berdua juga amat lihai, namun aku pernah mencoba kalian dan menurut pendapatku, kita bertiga ini mengeroyok Kim Sim Lama seorang diripun kita akan kalah.”

“Ah, demikian hebatkah dia?” Bong Gan berseru dan terbelalak kaget.

Bi Sian melirik kepada pemuda itu dan berkata dengan nada suara kesal.
“Kalau tidak lihai, mana mungkin dia dapat menawan Pendekar Bongkok? Tidak seperti engkau yang menyerang orang yang sudah kehilangan ingatan dan tenaganya!”






“Aihh, Sian-moi, kenapa engkau berkata demikian? Bukankah semua itu kulakukan demi engkau! Demi membalas sakit hatimu terhadap dia?”

Bi Sian bersungut-sungut.
“Aku paling tidak suka perbuatan yang pengecut dan curang. Suhu pasti tidak akan suka melihat perbuatanmu tadi! Kalau aku membalas dendam, tentu akan kulakukan dengan cara orang gagah!”

“Sian-moi, engkau tidak adil....”

“Sudahlah, untuk apa kalian ribut-ribut dan bertengkar? Peristiwa itu sudah terjadi dan bagaimanapun, adik Bong Gan belum membunuhnya. Tahukah kalian mengapa Kim Sim Lama melarang Bong Gan membunuh Pendekar Bongkok?”

“Kenapa, enci Pek Lan?”

Bi Sian bertanya karena iapun tertarik sekali. Ia mulai merasa heran mengapa kini kebenciannya terhadap Sie Liong hampir tak terasa lagi, terganti rasa iba dan khawatir! Yang terbayang di depan matanya bukan pembunuhan atas diri ayahnya, melainkan semua kebaikan dan sikap penuh kasih sayang dari pamannya itu kepadanya sejak mereka masih kecil!

“Kim Sim Lama membutuhkan Pendekar Bongkok hidup karena dia ingin melihat Pendekar Bongkok mati di Lasha, bukan di sini, sehingga Dalai Lama yang akan bertanggung jawab atas kematiannya, bukan Kim Sim Lama.”

“Kenapa begitu?”

Bi Sian bertanya sambil mengerutkan alisnya. Hatinya sudah merasa tidak senang karena perbuatan itu dianggapnya licik dan curang.

Pek Lan tersenyum.
“Kalian memang perlu diberi penjelasan agar kalian tahu siapa yang kalian bantu dan apa artinya perjuangan yang dilakukan Kim-sim-pang ini. Ceritanya panjang, akan tetapi sebaiknya kupersingkat saja. Ketika Dalai Lama masih kecil, Kim Sim Lama menjadi wakilnya dan semua urusan bahkan ditangani oleh Kim Sim Lama atas nama Dalai Lama.

Akan tetapi setelah Dalai Lama semakin besar, semua tindakannya tidak cocok dengan pendapat Kim Sim Lama. Bahkan Dalai Lama mengutus para pembantunya untuk membunuhi banyak pertapa di Himalaya. Para pembantu utamanya adalah Tibet Ngo-houw. Karena perbuatan itu sesungguhnya tidak disukai oleh Kim Sim Lama, maka akhirnya terjadi pertentangan dan Kim Sim Lama meninggalkan Lasha, membentuk Kim-sim-pang yang bertujuan menentang kelaliman Dalai Lama. Bahkan Tibet Ngo-houw akhirnya juga membantu perjuangan Kim Sim Lama.”

“Kalau begitu, Kim-sim-pang adalah perkumpulan pemberontak?” Bi Sian bertanya.

“Bagi Dalai Lama tentu begitu, akan tetapi bagi kami, kami sedang mengadakan gerakan perjuangan untuk menentang kelaliman Dalai Lama.”

“Akan tetapi, apa hubungannya dengan Pendekar Bongkok? Dan mengapa pula Kim Sim Lama menghendaki agar orang menduga bahwa Pendekar Bongkok terbunuh di Lasha oleh Dalai Lama?” Bi Sian mendesak karena ia merasa tertarik sekali.

“Pendekar Bongkok adalah utusan yang mewakili para tosu dan pertapa dari Himalaya yang pernah dikejar-kejar dan dibunuhi atas perintah Dalai Lama. Karena Pendekar Bongkok hanya tahu bahwa yang melakukannya terutama sekali Tibet Ngo-houw, maka dia mencari Tibet Ngo-houw sampai ke sini.

Kim Sim Lama sudah menjelaskan bahwa Tibet Ngo-houw hanyalah petugas saja mentaati Dalai Lama, bahwa Dalai Lama yang bertanggung jawab. Bahkan Kim Sim Lama mengajak Pendekar Bongkok untuk bersama-sama membantu perjuangan menentang kelaliman Dalai Lama. Akan tetapi dia tidak mau bahkan menyerang Tibet Ngo-houw. Dia memang hebat, lihai bukan main dan baru dia dapat tertawan setelah Kim Sim Lama sendiri turun tangan. Begitulah keadaan yang sebenarnya. Karena Dalai Lama yang memusuhi para tosu, maka Kim Sim Lama tidak mau membunuh Pendekar Bongkok itu di sini. Kesalahannya harus ditimpakan kepada Dalai Lama yang menjadi biang keladi.”

Mendengar keterangan itu, diam-diam Bi Sian membayangkan keadaan pamannya itu. Jelas baginya bahwa pamannya seorang pendekar yang menjunjung perintah guru-gurunya, yaitu Himalaya Sam Lojin dan Pek Sim Sian-su. Pamannya adalah seorang pendekar yang melaksanakan tugas di Tibet ini dan kini ditimpa malapetaka. Sedangkan ia? Ia dibantu Bong Gan hanya untuk melampiaskan nafsu dendamnya kepada pamannya itu.

“Aih, paman,” keluhnya di dalam hatinya, “kenapa engkau tega membunuh ayahku?”

“Enci Pek Lan, kapan Pendekar Bongkok itu akan dibunuh, dan bagaimana dengan rencana pembunuhan yang akan dilakukan di Lasha itu?”

Tanya Bong Gan dan sekali ini suara dan isi pertanyaan pemuda yang menjadi sutenya dan juga tunangannya itu terdengar amat tidak sedap di telinga Bi Sian.

Sedikit rasa suka dan kagum yang pernah mengeram di hatinya terhadap pemuda itu kini menipis, bahkan timbul kembali penyesalan yang mendalam bahwa ia dan sutenya itu menjadi korban obat bius dan perangsang sehingga ia terpaksa harus menjadi isteri Bong Gan karena dirinya telah ternoda oleh laki-laki itu!

Pertanyaan yang diajukan Bong Gan itu menarik pula perhatian Bi Sian yang kini ingin sekali mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya dengan pamannya itu. Melihat pamannya buntung lengan kirinya oleh sabetan golok Bong Gan dalam keadaan tak dapat melawan itu saja sudah membuat hatinya terasa sedih bukan main, bahkan kini ia merasa heran mengapa ia pernah begitu membenci pamannya dan ingin sekali membunuhnya!

“Hal itu masih dirahasiakan Kim Sim Lama, Bong Gan. Aku sendiri tidak tahu apa yang akan dia lakukan terhadap Pendekar Bongkok. Dan aku mengenal watak Kim Sim Lama, maka aku tidak berani bertanya. Hanya kalau kita dipanggil dan diberi tugas, kita harus melaksanakannya dengan baik. Nah, sekarang mengasolah dan harap jangan dilanjutkan pertengkaran yang tidak ada gunanya itu.”

Akan tetapi Bong Gan merasa benar betapa berubah sikap suci-nya atau calon isterinya itu terhadap dirinya setelah terjadi peristiwa pembacokan tadi. Bi Sian bersikap dingin, dan jarang sekali memandang kepadanya.

Akan tetapi, diam-diam dia merasa girang karena setelah lengannya buntung, tentu makin tidak ada harapan bagi Sie Liong untuk melarikan diri. Dia tentu akan mati dibunuh Kim Sim Lama, dan amanlah rahasia pembunuhan yang dia lakukan terhadap Yauw Sun Kok itu. Betapapun juga, melihat sikap wanita yang pernah digaulinya, yang akan menjadi isterinya demikian dingin, hatinya merasa kesal dan mendongkol juga.

Memang sejak terjadi hubungan badan antara mereka karena Bi Sian terpengaruh obat bius dan perangsang itu, dia selalu memegang janji dan tidak pernah dia berani menyentuh calon isterinya itu.




Pendekar Bongkok Jilid 107
Pendekar Bongkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar